Senin, 07 Desember 2015

Teori Peluang

TEORI  PELUANG

Berhubung adanya permintaan untuk menyajikan materi peluang, baru saat ini penulis mencoba membahasnya sebatas pengetahuan yang penulis peroleh, karena  penulis merasa miskin akan referensi tentang peluang , selain dari itu teori peluang dalam perkembangannya lebih lanjut banyak sekali teorema-teorema yang tidak mudah untuk dicerna  penulis sendiri dan mudah hilang dari ingatan yang akhirnya penulis sering menggunakan ingatan seadanya saat menjawab soal peluang. Setelah penulis memperoleh buku referensi dari kakanda dan membacanya , saya mencoba berbagi mengenai  teori peluang sebatas yang saya pahami.
Saya percaya siswa yang masih muda, berbekal pemahaman teori peluang yang cukup, latihan yang cukup dan kontinu akan meningkatkan kemampuan mengingat materi ini (retensi) secara lebih lama.
Karena unsur atau elemen yang dibahas dalam teori peluang ini adalah himpunan berhingga maka sebagai materi prasyarat atau materi yang harus dipahami terlebih dulu yaitu operasi irisan dan gabungan dua himpunan. Simak uraian berikut !
Definisi:
Himpunan berhingga adalah himpunan yang banyak anggotanya berhingga, atau banyak anggotanya dapat dihitung . Sebagai contoh:
A = { 1, 2, 3, 4, 5, 6}, maka  n(A) = 6 , n(A) = banyaknya anggota  himpunan A
B = himpunan bilangan prima kurang dari 9, maka B = { 2, 3, 5, 7},  dan  n (B) = 4
C = himpunan bilangan asli, maka  C = { 1, 2, 3, 4, 5, … }  dan  C merupakan himpunan tak berhingga, karena banyak anggota  C  tak berhingga (infinity).
Definisi:
Operasi Irisan dan Gabungan Dua Himpunan
  B = { x | x  ε A  dan   x ε B } , dengan kata lain  himpunan A irisan  B  merupakan himpunan yang anggota-anggotanya merupakan anggota himpunan A dan juga anggota B.
Contoh 1:
A = { 1, 2, 3, 4, 5, 6} , dan B = { 2, 3, 5, 7} , maka     A ∩ B = { 2, 3, 5}, dan  n (A  B) = 3
A  U  B = { x | x  ε A  atau   x ε B },  gabungan himpunan A dan B  adalah suatu himpunan yang anggota-anggotanya merupakan anggota himpunan A atau   anggota B.
Contoh 2:
A = { 1, 2, 3, 4, 5, 6} , dan B = { 2, 3, 5, 7} , maka  A  U  B = { 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 } , dan n (A   B) = 7 .

Hubungan  dua himpunan   A  dan B
Ada  empat kemungkinan hubungan antara himpunan A dan B  seperti digambarkan dengan diagram Venn berikut:
Gb. (i)  menyatakan  B merupakan himpunan bagian (subset) dari A) atau
A memuat B  (superset).
Gb. (ii)  menyatakan  A merupakan himpunan bagian  dari B) atau B memuat A .
Gb. (iii)  menyatakan  himpunan A beririsan dengan himpunan B ,  A    .  atau   A    B ≠ ø
Disebut juga  himpunan A dan B  tidak saling lepas .
Gb. (iv)  menyatakan  himpunan A tidak beririsan dengan himpunan B ,  A   B = ø  .
Disebut juga  himpunan A dan B  saling lepas (terpisah).

Banyaknya anggota  A Gabung  B 
Pada kasus (i) ,  A   B = A  ,  maka  n (A   B) = n (A) .
Pada kasus (ii) ,     B = B  ,  maka  n (A  B) = n (B) .
Pada kasus (iii) ,  A   B = A + B – (A   B)  ,  maka  n (A B) = n (A) + n (B) – n(A   B)
Pada kasus (iv) ,   B = A  + B ,  maka  n (A  B) = n (A) + n (B)
Rumus (i) s.d. (iv) cukup mudah dicerna dengan nalar kita, begitupun pembuktian rumus (iii).
n (A  U   B) = n (A) + n (B) – n(A  B)
Bukti:
 Jika   n (A) = x + y  ,  n(B) = y + z , dan  n(A   B) = y  seperti pada diagram Venn berikut:
 
 maka,  n (A U B)    = x  + y +  z
                                    = x  + y  + y + z  – y                      (teknik menambah dan mengurang)
                                    = (x + y) + ( y + z) – y
                                    = n (A)   + n (B)  –  n(A  B)   ( yang harus dibuktikan).

Contoh 3:
Seperti pada contoh 2, kita gunakan rumus (iii)
n (A   B)   = n (A) + n (B) – n(A  B)
                     =  6  + 4  –  3
                     =  7
 I.     Pengertian  Ruang Sampel, Titik Sampel, dan Kejadian
Istilah peluang  tak lepas dari adanya suatu peristiwa sebelumnya atau adanya suatu percobaan.
Seperti pernyataan-pernyataan berikut:
‘’Saya punya peluang setengahnya mendapatkan bilangan ganjil dalam lantunan sebuah dadu”
“Garry Kasparov mungkin memenangkan catur melawan Anatoly Karpov”
Dari dua pernyataan tersebut semua hasilnya masih diragukan, tetapi menurut pola percobaan atau pengalaman sebelumnya, kita mempunyai derajat keyakinan mengenai kebenaran dua pernyataan tersebut.
Dalam pembahasan teori peluang untuk siswa SMP atau SMA ini , istilah peluang dapat diartikan kemungkinan terjadinya suatu kejadian dari suatu percobaan terhingga.
Kemungkinan terjadinya suatu kejadian sebagai hasil dari suatu percobaan dinilai dengan menggunakan sekumpulan bilangan real  dari  0 sampai dengan 1.
Untuk kejadian yang kecil sekali kemungkinannya terjadi atau tidak mungkin terjadi diberi nilai 0 atau peluangnya nol,  sedangkan untuk kejadian yang  kemungkinannya besar terjadi diberi nilai 1 atau peluangnya 1.
Peluang suatu kejadian bernilai 0 disebut suatu kemustahilan,
sedangkan peluang suatu kejadian bernilai 1 disebut suatu kepastian.
Contoh 1
Percobaan : Melempar  dadu bersisi enam
Hasil yang mungkin : muncul mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, atau 6
Contoh 2
Percobaan : Melempar sebuah mata uang logam
Hasil yang mungkin : muncul Gambar atau  Angka
Dari Contoh 1 , pada percobaan melempar dadu bersisi enam
mata dadu 1, atau 2,  atau 3, atau 4, atau 5, atau 6  disebut  titik sampel.
Kumpulan semua titik sampel  disebut Ruang Sampel (S) atau semua hasil yang mungkin .
Jika  A adalah himpunan bagian dari  Ruang Sampel (S) , maka A  disebut  Kejadian atau disebut juga hasil yang dimaksud (diharapkan).
Untuk setiap titik sampel  pada ruang sampel dikaitkan dengan suatu peluang sedemikian rupa sehingga jumlah  semua bobotnya sama dengan 1.
Untuk menentukan peluang  suatu kejadian  A, semua bobot titik sampel dalam A dijumlahkan.
Jumlah  ini dinamakan peluang  A  ditulis  P(A) .
Dengan demikian kisaran nilai peluang  kejadian A  atau  P(A) mulai dari  0  s.d. 1  atau    0  ≤ P(A)    1  .
II.   Pengertian Peluang Suatu Kejadian
Yang dimaksud peluang suatu kejadian adalah kemungkinan terjadinya kejadian tersebut.
Jika hasil yang mungkin dari suatu percobaan terjadi sebanyak  n  kali , dan diantara hasil yang mungkin itu terjadi   x  kali  kejadian  A (hasil yang dimaksud),  maka
Contoh 3
Pada pelemparan suatu dadu, tentukanlah kemungkinan  munculnya mata dadu 2 !
Jawab:
Hasil yang mungkin;  mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, atau 6   ,  n = 6
Hasil yang dimasud ;  2  ,  x = 1
Jadi,  P ( {2} ) =  1 / 6
Contoh 4
Pada pelemparan suatu dadu, tentukanlah kemungkinan  munculnya mata dadu merupakan bilangan prima !
Jawab:
Cara I
Hasil yang mungkin;  mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, atau 6   ,  n = 6
Misalkan  A : Kejadian munculnya mata dadu merupakan bilangan prima
Maka   A = { 2, 3, 5} ,  dan  x = n(A) = 3
Jadi,  P ( A ) =  3 / 6  = 1/2
Cara II
Hasil yang dimaksud  A = { 2, 3, 5}
Dengan menjumlahkan setiap bobot atau peluang setiap titik sampel anggota  A
Karena dadu homogen artinya setiap mata dadu mempunyai kemungkinan muncul yang sama, maka bobot setiap titik sampel anggota  A , sama yaitu  1/6, sehingga
P (A) = 1/6  + 1/6  + 1/6 = 3/6 = 1/2
Contoh 5
Suatu dadu diberi beban sedemikian rupa sehingga  kemungkinan munculnya  suatu angka ganjil dua kali lebih besar daripada kemungkinan munculnya suatu angka genap.
Tentukan peluang munculnya  angka dadu kurang dari 5 dalam satu lantunan!
Jawab:
Ruang Sampel , S = {1, 2, 3, 4, 5, 6},   karena dadu tidak homogen atau diberi beban misalkan bobot untuk angka genap  b, maka bobot untuk angka ganjil  2b.
Karena jumlah semua bobot titik sampel dalam ruang sampel sama dengan 1, maka  3.b + 3(2b) = 1 atau
9b = 1, sehingga b = 1/9 .  Jadi tiap angka genap berbobot 1/9  dan tiap angka ganjil berbobot  2/9.
Misalkan  M adalah hasil yang dimaksud , atau  M = { 1, 2, 3, 4}.
Maka  ,     P (M) = 2/9 + 1/9 + 2/9 + 1/9 = 6/9  = 2/3
Contoh 6
Dalam pelemparan dua dadu secara bersamaan, tentukan nilai kemungkinan muncul jumlah angka kedua mata dadu sama dengan 7 !
Jawab:
Langkah awal susunlah semua hasil yang mungkin, dapat disusun dengan menggunakan tabel !
D A D U   II
1
2
3
4
5
6
DADU
I
1
(1, 1)
(1, 2)
(1, 3)
(1, 4)
(1, 5)
(1, 6)
2
(2, 1)
(2, 2)
(2, 3)
(2, 4)
(2, 5)
(2, 6)
3
(3, 1)
(3, 2)
(3, 3)
(3, 4)
(3, 5)
(3, 6)
4
(4, 1)
(4, 2)
(4, 3)
(4, 4)
(4, 5)
(4, 6)
5
(5, 1)
(5, 2)
(5, 3)
(5, 4)
(5, 5)
(5, 6)
6
(6, 1)
(6, 2)
(6, 3)
(6, 4)
(6, 5)
(6, 6)
Banyaknya  hasil yang mungkin sebanyak  36.
Hasil yang dimaksud yaitu  jumlah angka mata dadu sama dengan 7.
Misalkan hasil yang dimaksud adalah  A = { (1, 6), (2, 5), (3, 4), (4, 3), (5, 2), (6, 1) } , n(A) = 6
Maka  P(A) =  6/36 = 1/36
Menentukan banyaknya  hasil yang mungkin dari pelemparan dua dadu , kita dapat menggunakan aturan perkalian . Yaitu, banyaknya pasangan (a, b) =  6 x 6 = 36 .
Contoh 7.1
Sebuah mata uang logam dilantunkan dua kali. Berpakah peluangnya paling sedikit muncul Angka sekali?
Jawab:
Ruang sampel dari percobaan ini adalah ,  S = {AA, AG, GA, GG}  ,  n(S) = 4
Jika   C  menyatakan kejadian paling sedikit satu angka muncul, maka   C = { AA, AG, GA },  n(C) = 3
Sehingga  P(C) = 3/4 .
Contoh 7.2
Sebuah mata uang  dilantunkan tiga kali. Berpakah peluang nya paling sedikit muncul Gambar dua kali?
Jawab:
Ruang sampel dari percobaan ini adalah ,  S = {AAA, AAG, AGA, AGG,GAA, GAG, GGA, GGG}
Untuk menentukan semua hasil yang mungkin, kita dapat menggunakan diagram garis berikut:
Banyaknya hasil yang mungkin  = 23 = 8  titik sampel .
Karena hasil yang dimaksud munculnya gambar paling sedikit dua kali, maka
Hasil yang dimaksud ; {  AGG, GAG, GGA, GGG}
Jadi, Peluang (munculnya gambar paling sedikit dua kali) =  4/8  = 1/2 .

III. Gabungan Dua Kejadian
Jika  A  dan  B  dua kejadian sembarang, maka
P (A  B)       = P (A) + P (B) – P(A  B)

Contoh 8.1
Jika peluang seorang mahasiswa lulus mata ujian matematika 2/3, dan lulus mata ujian fisika 4/9.
Bila peluang lulus kedua mata ujian tersebut 1/4  , berapakah peluangnya lulus paling sedikit satu mata ujian?
Jawab
Dari  kalimat lulus paling sedikit satu mata ujian, kemungkinan ia lulus matematika, atau lulus fisika, atau lulus kedua-keduanya.
Jika  A kejadian lulus mata ujian matematika, dan  B ; kejadian lulus mata ujian fisika, dan
  B adalah kejadian lulus kedua-keduanya, sehingga
Peluang (lulus paling sedikit satu mata ujian)    = P (A U  B)         = P (A) + P (B) – P(A  B)
= 2/3  +  4/9  – 1/4
= 31/36
Contoh 8.2
Pada pengetosan sebuah dadu  sekali, berapakah peluang muncul mata dadu prima atau mata dadu ganjil ?
Jawab:
Ruang sampel ; S ={1, 2, 3, 4, 5, 6}
Misalkan  A; kejadian  munculnya mata dadu  merupakan bilangan prima, A = {2, 3, 5}, dan
B; kejadian munculnya mata dadu  merupakan bilangan ganjil,  B = {1, 3, 5} , dan
A    B = {3, 5} , maka kejadian munculnya matadadu prima atau ganjil adalah  kejadian A U  B, sehingga,
P (A U B)       = P (A) + P (B) – P(A  B)
                        = 3/6   +  3/6  – 2/6
                        = 4/6
                        = 2/3

IV. Peluang Dua Kejadian Saling Berkomplementer
A  suatu kejadian, maka    A’  adalah  kejadian bukan A
 Jika  A dan  A’  kejadian yang berkomplementer, maka   P(A) + P(A’) = 1
Atau      P(bukan A)         = 1 – P(A)    atau
                     P( A’)                    = 1 – P(A)
A’ dibaca   komplemen dari A

Contoh 9.1
Jika  peluang besok hujan  3/5, maka  peluang besok tidak hujan  = 1 – 3/5 = 2/5.
Jika kemungkinan  seorang ibu melahirkan seorang anak laki-laki 1/2 , maka  kemungkinan seorang ibu melahirkan seorang anak perempuan  = 1 – 1/ 2 =  1/ 2

Contoh 9.2
Bila peluang seorang montir  mobil akan memperbaiki  3, 4, 5, 6, 7, atau 8  mobil lebih pada setap hari kerja, masing-masing  0,28  ,  0,24,  0,14  , 0,17 ,  0,10 ,  dan  0,07  ,  berapakah peluang bahwa dia akan memperbaiki paling sedikit 5  mobil pada hari kerja berikutnya?
Jawab:
Dengan menghitung peluang kejadian yang tidak diharapkan.
Misalkan  E  adalah  kejadian paling sedikit 5 mobil yang diperbaiki, dan
E’  adalah kejadian kurang dari  5 mobil yang diperbaiki, maka
P(E’) =  0,28 + 0,24 = 0,52 , sehingga
P(E) = 1 – P(E’) = 1 – 0,52  = 0,48
Dengan menghitung langsung peluang kejadian yang dimaksud
P(E) = 0,14 + 0,17 + 0,10 + 0,07  = 0,48

V.  Kejadian Saling Lepas
Dua  kejadian  A  dan B  dikatakan saling lepas, Jika  kedua kejadian itu tidak mungkin terjadi secara serentak (bersamaan) atau
  B =  ø  (himpunan kosong) .
 Jika kejadian A dan  B  Saling Lepas, maka   P(A   B) = P(A) + P(B)    (lihat diagram IV)

Contoh 10.1
Dalam pengetosan(pelemparan)  sebuah dadu, berapakah peluang muncul angka  ganjil atau genap?
Jawab:
Ruang sampel; S= {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Misalkan  A  kejadian miuncul angka ganjil, maka  A= {1, 3, 5}
Misalkan  B  kejadian miuncul angka genap, maka  B= {2, 4, 6}, maka
A   B  adalah kejadian  muncul angka ganjil atau genap  sehingga ;
P(A U B)        = P(A) + P(B)
                        =  3/6  + 3/6 = 1
Jadi, peluang munculnya angka ganjil atau angka genap pada pelantunan sebuah dadu  adalah suatu kepastian.
Contoh 10.2
Berapakah  peluangnya  mendapatkan jumlah  7 atau  11 , bila dua dadu dilantunkan bersamaan ?
Jawab:
Banyaknya anggota ruang sampel adalah 36.
Misalkan  A  kejadian muncul jumlah 7 dan  B kejadian muncul jumlah 11, maka
A = { (1, 6), (2, 5), (3, 4), (4, 3), (5, 2), (6, 1) } sebanyak 6  titik sampel
B = { (5, 6), (6, 5)} sebanyak  2 titik sampel.
Kejadian  A  dan B  saling lepas (terpisah) karena kejadian A dan B  tidak dapat terjadi pada lantunan yang sama, sehingga
P(A  B)        = P(A) + P(B)
                        =  6/36  + 2/36 = 8/36 = 2/9
(Bandingkan  contoh soal ini dengan contoh  8.2  lihat perbedaannya)
Contoh 10.3
Sebuah kartu diambil dari sebuah kartu  bridge. Berapakah peluang terambilnya kartu spade (skop) atau kartu berwarna merah?
Jawab:
Dalam satu kartu bridge ada sebanyak 52 kartu, jadi banyaknya semua titik sampel = 52.
Dalam satu kartu bridge terdiri dari 4 gambar yaitu,  Heart, diamond, spade, dan club .
Istilah bahasa kita berturut-turut disebut :  hati, wajik, skop dan keriting.
Dalam satu kartu bridge  terdiri dari dua warna yaitu merah dan hitam, masing-masing 26 kartu
Warna merah untuk  Hati  dan  Wajik  , Sedangkan warna hitam  untuk  skop dan keriting.
Dari keempat gambar tersebut masing-masing bernomorkan  2, 3, 4, 5,6, 7, 8, 9, 10, dan bertuliskan  A (As) , K (King), Q,(Queen) dan J (Jack).
Dengan demikian  jumlah kartu bridge = 4 x 13 = 52
Kembali ke persoalan:
Misalkan  A kejadian terambilnya kartu  skop , maka  P(A) = 13/52
B  kejadian terambilnya kartu berwarna merah, maka P(B) = 26/52 , sehingga
Peluang terambilnya kartu spade (skop) atau kartu berwarna merah = P( A U  B)
Karena   B =  ø  (himpunan kosong)     , maka  P(A  B) = P(A) + P(B)
                                                                                                               = 13/52  + 26/52
                                                                                                               = 39/52      
VI.  Kejadian Saling Bebas
Dua kejadian dikatakan Saling Bebas (independent), jika terjadinya salah satu dari kejadian itu atau tidak terjadinya, tidak akan mempengaruhi terjadinya kejadian yang lain.
Jika  A dan B  merupakan dua kejadian saling bebas, maka terjadi atau tidak terjadinya kejadian A tidak akan memperbesar atau memperkecil kemungkinan terjadinya kejadian B.
Misalnya, lahirnya seorang anak laki-laki sebagai anak pertama dari seorang ibu, tidak akan mempengaruhi lahirnya anak laki-laki atau anak perempuan  sebagai anak kedua dari ibu tersebut.

Jika  A dan B  dua kejadian saling bebas, maka
P(A dan B) = P(A) . P(B)  , atau
P (A  B )=  P(A) . P(B)

Contoh 11.1
Pada pelantunan sebuah dadu sebanyak dua kali, tentukan kemungkinan munculnya Gambar dua kali !
Jawab:
Pada lantunan pertama kemungkinan muncul gambar , atau P(G) = 1/2 , dan
Pada lantunan kedua kemungkinan muncul gambar , atau P(G) = 1/2 , sehingga
P(muncul Gambar dua kali) = 1/2  .  1/2  = 1/4  .
Contoh 11.2
Dalam pelemparan dua dadu, tentukanlah kemungkinan  muncul angka 3 pada dadu pertama, dan muncul angka 4  pada dadu kedua !
Jawab:
Cara I
Dengan menghitung peluang masing-masing
Hasil yang mungkin ditunjukkan pada tabel di atas lihat contoh 6 !
Misalkan  A  kejadian muncul angka 3 pada dadu I, maka  P(A) = 6/36 = 1/6, dan
B kejadian muncul angka 4 pada dadu II , maka  P(B) = 6/36 = 1/6 .
Karena kejadian A dan B, saling bebas  maka
P(A  B) = P(A) . P(B)
                   = 1/6  .  1/6
                  = 1/36                 
Cara II
Dengan menentukan banyaknya anggota (A  B)
Banyaknya anggota ruang sampel , n ( S) = 36
A = { (3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6)}
B = { (1, 4), (2, 4), (3, 4), (4, 4), (5, 4), (6, 6)}
 B = { (3, 4)} , maka   n (A  B) = 1  , sehingga
P(A  B) =  n (A  B) / n(S)  =  1/36                                                               (diperoleh  hasil yang sama).
VII.         Kejadian Tak Bebas
                  Dua  kejadian dikatakan “ Tidak Bebas” , jika terjadinya salah satu dari kejadian itu atau tidak
                  terjadinya,  akan mempengaruhi terjadinya kejadian yang lain.
Jika  A dan B  merupakan dua kejadian tidak bebas, maka terjadi atau tidak terjadinya kejadian A akan memperkecil atau memperbesar kemungkinan terjadinya kejadian B.
Misalnya:
Di dalam sebuah kotak terdapat  4 bola merah, dan  3 bola putih.
Jika diambil satu bola, maka kemungkinan terambinya  bola merah adalah  4/7 , dan terambilnya bola putih  3/7.
Tetapi jika diambil dua bola satu persatu tanpa pengembalian, misalkan pada pengambilan bola pertama diharapkan  bola merah, maka kemungkinannya  4/7 . Berarti di dalam kotak sekarang tersisa 3 bola merah dan 3 bola putih dan jika pada pengambilan kedua diharapkan terambil bola putih , maka kemungkinannya  sudah menjadi  3/6.
Dengan demikian pengambilan pertama mempengaruhi kemungkinan pengambilan kedua.
Nilai kemungkinan kejadian tak bebas disebut juga  Peluang Bersyarat.   
 Jika  kejadian A  dan B  merupakan dua kejadian tak bebas, maka terjadinya dua kejadian itu terjadi secara serentak  mempunyai kemungkinan:
P(A dan B) = P(A) . P(B|A)
P(B|A)  artinya  kejadian B setelah kejadian A  terjadi.

Contoh 12.1
Di dalam sebuah kotak  terdapat dua bola merah dan tiga  bola putih. Jika diambil dua bola satu persatutanpa pengembalian, berapakah kemungkinan terambilnya bola merah pada pengambilan pertama dan bola putih pada pengambilan kedua?
Jawab:
Cara I:
Jumlah bola di dalam kotak = 5
Jumlah bola merah = 2, jumlah bola  putih = 3.
Misalkan   A kejadian terambilnya bola merah pada pengambian pertama, maka P(A) = 2/5.
Misalkan   B kejadian terambilnya bola putih pada pengambian kedua, maka P(B|A) = 3/4.
Maka,  P(A dan B) = P( A  B)        = P(A) . P(B|A)
                                                                        = 2/5 . 3/4  = 3/10
Jadi,  peluang terambilnya bola merah pada pengambilan pertama dan bola putih pada pengambilan kedua adalah  3/10.
Cara II:
Masing-masing bola kita bedakan
2 bola merah kita sebut ; M dan M2
3 bola putih kita sebut ; P1 , P2 , dan P3.
Tentukan hasil yang mungkin (dalam hal ini urutan diperhatikan)
Hal ini merupakan  permutasi 2 unsur dari 5 unsur berbeda, sehingga
Semua hasil yang mungkin sebanyak
Hasil yang diharapkan;
H= { (M1, P1), (M1, P2), (M1, P3), (M2, P1), (M2, P2), (M2, P3) }, ada sebanyak  2 x 3 = 6
(ingat banyaknya pasangan berurutan atau aturan perkalian)
Jadi,
P (terambilnya bola merah pada pengambilan pertama dan bola putih pada pengambilan kedua)= 6/20  =  3/10.
Tampak walaupun diperoleh hasil yang sama, cara I  lebih sederhana. Tetapi cara II  memperluas pemahaman kita tentang  prinsif-prinsif sebelumnya (penulis).
Contoh 12.2
Sebuah kotak berisi  4 bola merah dan 6 bola hitam. Jika diambil dua bola satu-persatu dengan tidak mengembalikan pengambilan pertama ke dalam kotak. Berapakah peluang bahwa kedua pengambilan  mendapatkan bola merah.
Jumlah bola = 10, dan jumlah bola merah = 4.
Misalkan, A kejadian terambilnya bola merah pertama, maka P(A) = 4/10
Dan  B kejadian terambilnya bola merah kedua, maka P(B|A) = 3/9 . sehingga
P( A dan B)              = P(A) . P(B|A)
= 4/10  . 3/9 = 2/15
Contoh 12.3
Sebuah kotak berisi 4 kelereng berwarna putih  dan 2 kelereng berwarna  merah. Dua buah kelereng diambil satu persatu dengan tidak mengembalikan setiap kelereng yang diambil dari kotak tersebut.
Berapakah kemungkinannya bahwa;
  1. kedua kelereng itu berwarna merah
  2. kedua kelereng itu berwarna sama
  3. paling sedikit satu kelereng berwarna putih
Jawab:
  1. P(merah, merah) = 2/6 . 1/5 = 1/15
  2. Kedua kelereng itu berwarna sama, hasil yang dimaksud (merah, merah) atau (putih, putih), sehingga, P (kedua kelereng itu berwarna sama) = 1/15  + 4/6 . 3/5 = 1/15 + 2/5 = 7/15
  3. Peluang paling sedikit satu kelereng berwarna putih = 1 – 1/15 = 14/15
(kaidah komplemen  lihat contoh 9.1) perhitungan seperti ini lebih mudah daripada menghitung lansung peluang kejadian yang diharapkan yaitu  paling sedikit satu kelereng berwarna putih.
Simak uraian berikut:
Banyak anggota ruang sampel sebanyak ;
Kejadian kedua kelereng berwarna merah = { (M1, M2 ), (M2, M1 )   sebanyak  2 titik sampel,
Jadi,  kejadian paling sedikit satu kelereng berwarna putih sebanyak  30 – 2 = 28 titik sampel, sehingga, peluang  terambilnya dua kelereng dengan paling sedikit satu kelereng berwarna putih adalah  28/30 = 14/15.
Untuk lebih memahami kejadian tak bebas (bersyarat) dan kejadian saling lepas , simak contoh berikut!
Contoh 12.4
Suatu kotak berisi 4 bola merah dan 3 bola putih, sedangkan kotak kedua berisi 3 bola merah dan 5 bola putih. Satu bola diambil dari kotak pertama secara acak kemudian dengan tanpa melihat dimasukkan ke dalam kotak kedua. Selanjutnya berapa peluangnya pengambilan satu bola  dari kotak kedua diharapkan bola putih?
Jawab:
Misalkan;
M1 kejadian terambilnya bola merah dari kotak pertama
P1 kejadian terambilnya bola putih dari kotak pertama
P2 kejadian terambilnya bola putih dari kotak kedua
Untuk memudahkan kita dapat membuat diagram garis berikut:

Dalam soal ini kita ingin mengetahui gabungan kejadian (P1  ∩ P2) dan (M1 ∩ P2) yang saling lepas.
Jadi peluang  terambilnya  bola putih dari kotak kedua adalah  38/63 .

https://deni11math.wordpress.com/2012/08/12/teori-peluang/

“Persamaan dan Perbedaan Kurikulum 2006 (KTSP) dengan Kurikulum 2013”

“Persamaan dan Perbedaan Kurikulum 2006 (KTSP) dengan Kurikulum 2013”


A.   Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi dan bahan pelajaran yang dikembangkan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik serta kebutuhan lapangan kerja. Subandiyah (2001:4-6) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum yaitu, komponen tujuan, komponen isi/materi, komponen media (sarana dan prasarana), komponen strategi, dan komponen proses belajar mengajar.
Kurikulum yang digunakan saat ini di Indonesia adalah kurikulum KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah tersebut memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Namun, isu terhangat saat ini adanya penyempurnaan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 yang mendapatkan pro dan kontra dari berbagai pihak baik dari kalangan pendidikan maupun dari masyarakat umum. Kurikulum 2013 justru dianggap dapat memasung kreativitas dan otonomi di bidang pendidikan karena kurikulum dan persiapan proses pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk jadi (completely-built up product). Di sisi lain, sebagian orang beranggapan justru dengan adanya kurikulum 2013 dapat memicu pengembangan kompetensi siswa kearah yang lebih analisis dan tuntutan guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran karena guru dianggap mampu semua hal yang dapat membantu siswa berkembang.
B.   Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013
1.    Kurikulum 2006 (KTSP)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab 1 Pasal 1 Ayat (15) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.” KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007:17). Kurikulum tersebut telah diberlakukan secara berangsung-angsur mulai tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Berdasarkan definisi tersebut, maka pihak sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum. Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah lebih mengetahui tentang kondisi satuan pendidikannya.
Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa serta rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dan sejumlah pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu adanya komponen-komponen pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan, diantaranya adalah tenaga pendidik, peserta didik, lingkungan, alat-alat pendidikan, kurikulum dan fasilitas yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK). KTSP diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar dan telah disahkan penggunaannya di sekolah, baik negeri maupun swasta, yang diberlakukan secara bertahap pada tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah pusat (Depdiknas) mengharapkan paling lambat tahun pelajaran 2009/2010, semua sekolah telah menerapkan KTSP (Mulyasa, 2007:1-2).
A.    Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2006 (KTSP)
Untuk melihat keunggulan atau kelebihan KTSP dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya perlu dicari bahan pembanding. Karena sesuatu dianggap lebih baik kalau dapat dibandingkan dengan sesuatu yang lain untuk menunjukkan keunggulannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui kelebihan dan kelemahan KTSP terlebih dahulu, kemudian baru kita mengetahui perbedaan antara KTSP dan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Misalnya antara KTSP dan KBK 2004 atau KTSP dan kurikulum 1994.
Setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing tergantung kepada situasi dan kondisi, dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut Fasli Jalal (dalam Imam Hanafie, 2008:1-5), kelebihan yang dimiliki KTSP adalah:
a.    Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
b.    Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan.
c.    KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
d.    KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20 %.
e.    KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
B.    Sementara beberapa kelemahan dalam KTSP maupun penerapannya, antara lain:
a.    Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
b.    Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan.
c.    Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsep penyusunan maupun prakteknya di lapangan.
d.    Penerapan KTSP merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
Kurikulum 2013
A.    Pengertian Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang sedang dalam tahap perencanaan dan saat ini sedang dalam proses pelaksanaan oleh pemerintah, karena ini merupakan perubahan dari struktur kurikulum KTSP. Perubahan ini dilakukan karena banyaknnya masalah dan salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum yang kurang tepat.
B.    Kelebihan Kurikulum 2013
1.    Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi.
2.    Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.
3.     Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
4.     Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus.
C.   Kelemahan Kurikulum 2013
1.    Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
2.    Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil  dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
3.    Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut berbeda.



C.   Persamaan dan Perbedaan Kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013
A.  PERSAMAAN
1.    Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013 sama-sama menampilkan teks sebagai butir-butir KD.
2.    Untuk struktur kurikulumnya baik pada KTSP atau pada 2013 sama-sama dibuat atau dirancang oleh pemerintah tepatnya oleh Depdiknas.
3.    Beberapa mata pelajaran masih ada yang sama seperti KTSP.
4.    Terdapat kesamaan esensi kurikulum, misalnya pada pendekatan ilmiah yang pada hakekatnya berpusat pada siswa. Dimana siswa yang mencari pengetahuan bukan menerima pengetahuan.
B .PERBEDAAN
1.    Sistem yang digunakan Dalam kurikulum 2006 yang digunakan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Berbasis mata pelajaran, masing-masing disiplin ilmu dibahas atau dikelompokkan dalam satu mata pelajaran. Dalam kurikulum 2013 yang digunakan Kompetensi Inti (KI) Berbasis tematik, sehingga dalam pembelajaran yang digunakan adalah tema-tema yang menjadi acuan atau bahan ajar.
2.    Silabus yang digunakan Silabus yang digunakan adalah silabus yang dibuat oleh masing-masing satuan pendidikan yang berdasarkan silabus nasional. Silabus yang digunakan adalah silabus dari pusat, sehingga seluruh indonesia menggunakan silabus yang sama.
3.    Mata pelajaran pancasila Dalam kurikulum 2006, mata pelajaran pendidikan pancasila ditiadakan dan diganti dengan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Dalam kurikulum 2013, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dirubah menjadi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.

4.    Implementasi kurikulum
Dalam kurikulum 2006, sistem yang digunakan adalah penjurusan. Dalam kurikulum 2013, sistem yang digunakan adalah peminatan.
5.    Beban belajar siswa Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran yang terlalu kompleks melebihi kemampuan siswa. Beban belajar siswa lebih sedikit dan disesuaikan dengan kemampuan siswa
6.    Proses penilaian Berfokus pada pengetahuan melalui penilaian output Berbasis kemampuan melalui penilaian proses dan output
7.    Penilaian Menekankan aspek kognitif
Test menjadi cara penilaian yang dominan Menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional Penilaian test dan portofolio saling melengkapi
8.    Pendidik dan Tenaga Kependidikan Memenuhi kompetensi profesi saja Fokus pada ukuran kinerja PTK Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal motivasi mengajar
9.    Pengelolaan Kurikulum Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalampengelolaan kurikulum. Terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah. Pemerintah hanya menyiapkan sampai standar isi mata pelajaran (Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum) Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan
Satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah (Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan)
10.  Penjurusan di SLTA/Sederajat Untuk SMA ada penjurusan sejak kelas XI. Dimana mata pelajarannya sesuai dengan penjurusan yang dipilih. Penjurusan SMA dilakukan sejak kelas X, diamana ada mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat dan pendalaman minat.
11.  Kapasitas jam pelajaran Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dari pada jumalah mata pelajarannya. Dimana jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding kurikulum 2013. Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dari pada jumlah mata pelajaran. Dimana jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding kurikulum KTSP.
12.  Standar Kompetensi SMA dan SMK tanpa kesamaan kompetensi SMA dan SMK memiliki mata pelajaran wajib yang sama terkait dasar-dasar pengetahuan, keterampilan ,dan sikap.
13.  Standar penilaian Standart penilaian lebih dominan pada aspek pengetahuan. Standart penilaian menggunakan penilaian otentik yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
14.  Konten pembelajaran Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain. Konten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya.
SEPUTAR SKI PADA KURIKULUM KTSP DAN KURIKULUM 2013
1.    SKI PADA KURIKULUM KTSP
Model Kurikulum Nasional ini diharapkan lebih membantu guru karena dilengkapi dengan pencapaian target yang jelas; Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, KTSP yang terdiri dari Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang bisa diterapkan atau dikembangkan lagi oleh masing-masing satuan pendidikan. Keadaan sumber daya pendidikan di Indonesia sangat memungkinkan munculnya keragaman pemahaman terhadap Standar Nasional yang dampaknya akan mempengaruhi pencapaian standar nasional kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu adanya penjabaran kurikulum melakui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diharapkan dapat lebih menjamin tercapainya Kompetensi Dasar Nasional mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Madrasah Tsanawiyah (MTs).
setelah ditelusuri, pendidikan SKI menghadapi beberapa kendala, antara lain; waktu yang disediakan terbatas sedang materi begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan keperibadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Kelemahan lain, materi SKI, lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif). Datam implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan kognitif; kurang mengakomodasikan kebutuhan afektif. Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-­nilai SKI dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua peserta didik.
Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada SKI di Madrasah, sebab SKI di Madrasah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
2.    SKI PADA KURIKULUM 2013
Pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di kurikulum 2013 ini, materi-materi yang disajikan dengan sistem tematik, jadi materinya tidak mendatail. Guru tidak bisa mengembangkan kemampuannya untuk mengajar. Sedangkan sebenarnya yang namanya sejarah itu sangat panjang dan harus detail dalam peyampaiannya supaya mudah di pahami oleh para siswa. Dan dalam kuriikulum 2013 ini siswa di anjurkan untuk lebih aktif dalam mengkaji dan mencari materi-materi yang terkait dengan sejarah mata pelajaran lain juga secara individu.