Senin, 21 Desember 2015

ETNOMATEMATIKA SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

ETNOMATEMATIKA SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Etnomatematika, ilmu yang erat kaitannya dengan matematika pada suatu etnis atau masyarakat tertentu, juga dapat berkontribusi untuk mendukung pembelajaran yang inovatif, yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Prof. Dr. Marsigit, M.A selalu berpesan kepada kami bahwa pembelajaran yang masih berpusat pada guru itu adalah pembelajaran yang sudah sangat tradisional, sehingga sebagai calon guru marilah kita beralih dari guru yang hanya mentransfer ilmu menjadi guru yang menjadi fasilitator siswa, guru yang memberdayakan siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa ini bersesuaian dengan paradigma teori pembelajaran kontruktivis, misalnya CTL (Contextual Teaching Learning), beliau juga berperan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis CTL ini, karena beliau mengembangkan pendekatan ini dengan pengertian ontologis, yaitu yang pertama adalah “terkait”, dan yang kedua adalah “persiapan”. Dalam rangka agar seseorang siap, segala sesuatunya harus terkait dengan hal-hal yang lain. Karena manusia tidak bisa berpikir jika mereka terisolasi dan manusia tidak dapat hidup jika mereka terisolasi pula.

Sebagai wujud pembelajaran yang berpusat pada siswa, Prof. Dr. Marsigit, M.A mengembangkan suatu web blog agar mahasiswa aktif. Beliau menekankan pada mahasiswa agar mengembangkan paradigma belajar yang continually, belajar secara terus-menerus, dimanapun dan kapanpun. Kemandirian subjek didik, baik siswa maupun mahasiswa itu diawali dengan kemerdekaan menyatakan pendapat. Jadi, berpikir berbeda itu sangat boleh dan disarankan. Sebagai seorang guru dan dosen, beliau tidak menyarankan jika pengetahuan siswa harus setara dengan pengetahuan gurunya, justru harus saling melengkapi satu sama lain.

Berkaitan dengan etnomatematika, dari unsur kata, etnomatematika terdiri dari etno dan matematika. Matematika adalah ilmu matematika, etno adalah semacam etnik, konteks budaya lokal, atau konteks budaya sesuai dengan masyarakatnya. Etnomatematika jika dilihat dari struktur bahasa belum menunjukkan atau belum terarah kepada pendidikan, etnomatematika masih bersifat umum/netral dan dapat dikaji oleh matematikawan murni. tetapi etnomatematika juga dapat dikembangkan oleh orang-orang pendidikan. Ini berarti matematika dalam sejarahnya tumbuh dari peradaban manusia, dan peradaban manusia itu tidak akan ada hentinya. Selama manusia itu hidup, maka selama itu pula peradaban akan tumbuh dan berkembang.

Etnomatematika dalam konteks sejarah mengandung tiga unsur, yang pertama adalah masyarakat, kedua adalah sejarah, dan ketiga adalah matematika itu sendiri. Masyarakat melalui pemikiran, gagasan, idenya bisa menjadi dasar atau fundamen dari pengembangan pembelajaran matematika. Melalui sejarahnya dari jaman Mesopotamia, Babylonia, Mesir kuno, Yunani kuno, jaman pertengahan, penemuan kalkulus, geometri modern hingga sekarang, etnomatematika juga ikut andil dalam perkembangan matematika. Dengan demikian jika melalui matematikawan murni yang dalam konteks bukan kepentingan pendidikan, bisa menggunakan etnomatematika untuk memperoleh inspirasi dalam pengembangan matematika. Dari referensi-referensi yang ada, kita dapat melihat kriteria-kriteria yang tergolong dalam etnomatematika yaitu lambang, tertulis, artefak, dan value. Dari sini timbul pertanyaan, apakah etnomatematika merupakan suatu ilmu? Kriteria ilmu menurut Emanuel Kant adalah ilmu harus bersifat Sintetik Apriori. Matematika murni menurut Emanuel Kant bukan merupakan ilmu, karena matematika murni tidak bersifat Sintetik Apriori, melainkan Analitik Apriori yang hanya dalam dunia pikiran. Matematika murni kebenarannya hanya mengandalkan konsistensi dari ide satu ke ide yang lain. Sedangkan Sintetik ini harus didukung dengan pengalaman, dan apriori harus didukung dengan logika. Etnomatematika akan menjadi merupakan ilmu jika memenuhi syarat yaitu dipikirkan menggunakan metodologi dan berdasarkan pengalaman.

Di dalam ilmu pengetahuan, pada ujungnya harus ada “kategori”. Manusia bisa membedakan jauh-dakat, besar-kecil, tinggi-rendah, sedikit-banyak, dll karena manusia mempunyai kategori didalam pikirannya yang diperoleh dari intuisi, dan intuisi ini diperoleh dari pengalaman. Contohnya seorang bayi yang baru lahir akan mempunyai banyak pengalaman dan intuisinya akan tumbuh dan berkembang. Semua bentuk karya ilmiah, paper, makalah, skripsi, tesis, dan disertasi, sumber-sumber ilmunya harus memiliki kategori/kriteria. Jika pada sumber tidak ditemukan kriteria secara eksplisit, berarti kriteria tersebur tersirat secara implisit. Kriteria dapat ditemukan dengan cara mengadakan research (penelitian). Peneliti atau researcher yang bertaraf internasional haruslah orang yang telah memiliki gelar Doktor ataupun Profesor, jika ukuran penelitian hingga bataraf jurnal, maka penelitian harus berkolabirasi dengan Doktor maupun Profesor agar penelitian tersebut akuntabel. Jika kita ingin berkontribusi menjadikan etnmatematika menjadi ilmu, maka kita harus mengajukan penelitian tersebut.

Etnomatematika yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran, secara ontologi atau secara hakiki yaitu hakekat ilmu harus memiliki objek. Objek etnomatematika adalah semua gagasan atau ide yang berada di dalam masyarakat atau fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Fenomena itu berdimensi, mulai dari dimensi terang hingga dimensi tidak tampak, dimensi lunak hingga dimensi kuat (strong and strategic). Misalnya Candi Borobudur adalah dimensi yang kuat (strong and strategic), karena Candi Borobudur menyediakan informasi dan objek-objek etno yang cukup kaya. Kepedulian kita mempelajari etnomatematika dengan cara kita harus mengetahui kedudukan/statusnya. Etnomatematika menyediakan variasi sumber belajar, variasi kegiatan, variasi pengalaman, ataupun variasi konteks, berdasarkan variasi tersebut, etnomatematika berada di dunia konkret atau di dunia anak-anak. Disini peran guru sangatlah penting dalam proses pembelajaran, namun dalam dunia konkret ini masih sering ditemui problem-problem yang korbannya adalah siswa.

Problem pembelajaran matematika bukan disebabkan oleh siswa, namun disebabkan oleh orang dewasa selaku guru, orang tua, orang-orang yang mengambil kebijakan seperti kepala sekolah, dinas pendidikan, hingga menteri sekalipun. Karena mereka berpikiran bahwa matematika adalah ilmu yang disusun secara deduksi yang bersifat abstrak. Ini merupakan bencana bagi siswa. Kemudian tujuan pendiidkan yang mengacu kepada “ujian nasional oriented” ini juga menambah beban siswa. Ketidakpekaan orang dewasa inilah yang telah terjadi pada pembelajaran matematika sekarang. Pendidikan kita sekarang telah kehilangan intuisi karena para pendidik hanya member definisi-definisi yang masih bersifat abstrak bagi siswa. Maka matematika pada tingkat pertama didefinisikan sebagai pengalaman, sebagai kegiatan dan dari pengalaman ini akan muncul intuisi.

Etnomatematika adalah dunia inovasi pedidikan dan pembelajaran, maka hal ini tergantung pada sikap dan pemikiran para guru. Dari sisi kurikulum, ada tiga posisi guru, yaitu, pertama sebagai guru sebagai pelaksana, yang kedua guru sebagai partisipan, dan yang ketiga guru sebagai pengembang. Syarat agar seseorang guru yang berinovasi pembelajaran adalah guru yang bercita-cita menjadi pengembang kurikulum, bukan hanya sekedar pelaksana saja. Guru pengembang adalah guru researcher (peneliti). Guru peneliti ini sangat cocok dengan etnomatematika. Sebagai calon guru, mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi seorang peneliti. Maka dari itu mahasiswa harus memiliki banyak pengalaman dan bacaan agar terbentuklah mental dan jiwa seorang peneliti dan harapannya kelak menjadi pendidik yang selalu dapat memberikan inovasi pembelajaran yang memajukan pendidikan di Indonesia.


sumber : http://jujujuang.blogspot.co.id/2013/06/etnomatematika-ilmu-yang-erat-kaitannya.html
Ada beberapah teori-teori pendidikan antara lain :

1.  Behaviorisme

Kerangkah kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimanah kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimanah lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.

2.  Kognitivisme.
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn(Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rationalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel.

3. Konstruktivisme.

Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehinggah mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico )

4.  Humanistik

Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk ,memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapah psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Akhirnya , dapat disimpulkan pendidkan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandunga banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.

Konsep Pembelajaran
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru itu mengajar. Institusi pendidikan harus dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang menurut UNESCO bertumpu pada empat pilar pendidikan yaitu:
1.      Learn to know
Pilar learn to know bermakan bahwa pembelajaran merupakan proses ”menjadi tahu” dari sebelumnya yang ’tidak mengetahui” sesuatu. Peserta didik dibekali dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan intelektualitasnya.
2.      Learn to do
Pilar learn to do mempunyai makna bahwa setelah atau bersamaan dengan peserta didik mendapat pembekalan pengetahuan, ia harus menerima pula bekal beriktnya yaitu kemampuan yang bersifat keterampilan dalam mengerjakan sesuatu, yang tercakup dalam ranah psikomotor.
3.      Learn to be
Pilar learn to be merupakan pembekalan untuk menyempurnakan dua pilar sebelumnya, yaitu bahwa setelah peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan, langkah selanjutnya tentunya dengan berbekal ilmu penegtahuan dan teknologi, maka si pemilik ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus dapat mendayagunakannya untuk tercapainya kemanfaatan.
4.      Learn to live together
Pilar lear to live together merupakan upaya memadukan ketiga pilar yang terdahulu dan terimplementasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat.

Berikut ini adalah definisi pembelajaran menurut beberapa ahli:
1. Knowles
Pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

2.  Slavin
Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
3.      Woolfolk
Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku.
4.  Crow & Crow
Pembelajaran adalah pemerolehan tabiat, pengetahuan dan sikap.
5.  Rahil Mahyuddin
Pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelektual.
6. Achjar Chalil
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
7. Corey
Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus.
8. G. A. Kimble
Pembelajaran merupakan perubahan kekal secara relatif dalam keupayaan kelakuan akibat latihan yang diperkukuh.
9. Munif Chatib
Pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi.



Pendidikan dan Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan kita selalu berjumpa dengan istilah pendidikan dan pembelajaran. Istilah pendidikan telah dibahas pada uraian di atas. Lalu apakah yang dimaksud dengan istilah pembelajaran?

Dalam UU No. 2 Tahun 1989 pada pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan dating. Di sini jelas bahwa pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Itulah sebabnya dikatakan bahwa istilah pembelajaran dapat dibedakan dari pendidikan tetapi sulit untuk dipisahkan secara tegas.

Menurut Kemp (1985), pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan dan kebodohan ke kecerahan pengetahuan. Sesungguhnya perbedaan pendidikan dan pembelajaran terletak pada penekanan yang ingin dicapai dengan pendidikan atau pembelajaran tersebut. Jika yang dipersoalkan atau dijadikan tekanan adalah aspek kognitif dan psikomotor maka disebut pembelajaran, sedangkan bila penekanannya kepada tercapainya tujuan untuk membentuk sikap disebut pendidikan

Tirtarahardja (dalam Djoehana: 8) member gambaran tentang perbedan pembelajaran dan pendidikan seperti pada table berikut.
Pendidikan
pembelajaran
Lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai)

Memakan waktu yang relatif panjang

Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi
Lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang tertentu

Memakan waktu yang relatif pendek

Metode lebih bersifat rasional, teknis dan praktis

Kesimpulan yang dapat ditarik dari keterkaitan antara pendidikan dan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a.    Pendidikan dan pembelajaran dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling terkait dan saling isi-mengisi.
b.   Pembedaan secara tegas dilakukan hanya untuk kepentingan analisis agar masing-masing dapat dipahami secara lebih baik.

c.    System pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan aspek pendidikannya, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan pembelajaran mengusahakan isinya. Wadah harus kukuh dan menetap, sedangkan isi bisa bervariasi dan berubah mengikuti perkembangan dan kemajuan kebudayaan manusia.

Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli

15 Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli - Manusia sejak lahir ke dunia sudah mendapatkan pendidikan hingga ia masuk ke bangku sekolah. kata pendidikan sudah tidak asing lagi ditelinga, karena semua manusia yang hidup pasti membutuhkan pendidikan, agar tujuan hidupnya tercapai dan dapat menghilangkan kebodohan.  Menurut KBBI kata pendidikan secara berasal dari kata "didik" dengan mendapatkan imbuhan "pe" dan akhiran "an", yang berarti cara, proses atau perbuatan mendidik. Kata pendidikan secara bahasa berasal dari kata "pedagogi" yakni "paid" yang berarti anak dan "agogos" yang berarti membimbing, jadi pedagogi adalah ilmu dalam membimbing anak. Sedangkan secara istilah definisi pendidikan ialah suatu proses pengubahan sikap dan prilaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia atau peserta didik melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Adapun pengertian-pengertian atau definisi pendidikan menurut pakar dibidangnya antara lain:
  1. Prof. H. Mahmud Yunus : Yang dimaksud pendidikan ialah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi. Agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.
  2. Prof. Dr. John Dewey : Menurutnya pendidikan merupakan suatu proses pengalaman. Karena kehidupan merupakan pertumbuhan, maka pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin manusia tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan adalah proses penyesuaian pada setiap fase dan menambah kecakapan dalam perkembangan seseorang melalui pendidikan.
  3. M.J. Langeveld : Pendidikan merupakan upaya dalam membimbing manusia yang belum dewasa kearah kedewasaan. Pendidikan adalah suatu usaha dalam menolong anak untuk melakukan tugas-tugas hidupnya, agar mandiri dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha untuk mencapai penentuan diri dan tanggung jawab.
  4. Prof. Herman H. Horn : Beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.
  5. Driyarkara : Pendidikan diartikan sebagai suatu upaya dalam memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf yang insani.
  6. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) : Pendidikan yaitu sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya.
  7. Ki Hajar Dewantara : Menurutnya pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
  8. Stella van Petten Henderson : Pendidikan yaitu suatu kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial.
  9. Kohnstamm dan Gunning : Pendidikan merupakan suatu pembentukan hati nurani manusia, yakni pendidikan ialah suatu proses pembentukan dan penentuan diri secara etis yang sesuai dengan hati nurani.
  10. H. Horne : Menyatakan bahwa pendidikan adalah proses yang dilakukan secara terus menerus dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan mentalnya.
  11. Frederick J. Mc Donald : mengemukakan pendapatnya bahwa pendidikan ialah suatu proses yang arah tujuannya adalah merubah tabiat manusia atau peserta didik.
  12. Ahmad D. Marimba : Mengemukakan bahwa pendidikan ialah suatu proses bimbingan yang dilaksanakan secara sadar oleh pendidik terhadap suatu proses perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, yang tujuannya agar kepribadian peserta didik terbetuk dengan sangat unggul. Kepribadian yang dimaksud ini bermakna cukup dalam yaitu pribadi yang tidak hanya pintar, pandai secara akademis saja, akan tetapi baik juga secara karakter.
  13. Carter V. Good : Mengartikan pendidikan sebagai suatu proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakat. Proses dimana seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yang terpimpin khususnya didalam lingkungan sekolah sehingga dapat mencapai kecakapan sosial dan dapat mengembangkan kepribadiannya.
  14. Ensiklopedi Pendidikan Indonesia : Menjelaskan mengenai pendidikan, yaitu sebagai proses membimbing manusia atau anak didik dari kegelapan, ketidaktahuan, kebodohan, dan kecerdasan pengetahuan.
  15. UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 : Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik,  pengendalian diri, berakhlak mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.

Dari beberapa pengertian tersebut tentang definisi pendidikan, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah bimbingan yang diberikan kepada anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya untuk mencapai tingkat kedewasaan dan bertjuan untuk menambah ilmu pengetahuan, membentuk karakter diri, dan mengarahkan anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai usaha sadar yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik dalam belajar melalui suatu kegiatan pengajaran, bimbingan dan latihan demi peranannya dimasa yang akan datang.

Teori Pendidikan Klasik

Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada prosesnya.  Isi pendidikan atau bahan pengajaran diambil dari sari ilmu pengetahuan yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh para ahli di bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori fisika, biologi, matematika, bahasa, sejarah dan sebagainya.
Perbedaan padangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pendangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling optimis.  Aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja dan dengan demikian suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan  untuk mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.
Teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda, yaitu:
1.       Aliran Empirisme
2.      Aliran Nativisme
3.      Aliran Naturalisme
4.      Aliran Konvergensi
A.     A.                PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF EMPIRIS
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi ekternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir kedua bagaikan kertas putih yang bersih.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan. Pada hal kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena bakat, meskipun lingkungan disekitarnya tidak mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai mahluk yang pasif dan dapat dimanipulasi, contohnya melalui modifikasi tingkah laku.  Hal ini tercermin dari pandangan scientific psychology dari BF. Skinner ataupun pandangan behavioralisme lainnya.
1.       B.                 PENDIDIKAN DALAM ALIRAN NATIVISME
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir.
Pada hakekatnya aliran nativisme bersumber dari leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak, oleh karena itu faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orang tua. Seorang filsuf Jerman Schopenhauer (1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah lengkap dengan pembawaan baik ataupun buruk.
Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Artinya bahwa, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir.  Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Pembawan tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak.  Terdapat suatu pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni dalam diri individu terdapat suatu “inti” pribadi (jati diri)- (G. Leibnitz: Monad)yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai mahluk yang mempunyai kemauan bebas.
Meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar, namun pengalaman dalam belajar itu ataupun penerimaan dan persepsi seseorang banyak ditentukan oleh kemampuan memberi makna kepada apa yang dialaminya itu. Dengan kata lain, pengalaman belajar ditentukan oleh “internal frame of reference” yang dimilikinya.

v    Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme
1.       1.      Faktor genetik
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
1.       2.      Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.
1.       3.      Faktor Pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
v    Tujuan Teori Nativisme
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sedangakan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia diharapkan:
1.       Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
2.      Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
3.      Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
4.      Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
5.      Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
6.      C.                PENDIDIKAN DALAM ALIRAN NATURALISME
Pandangan ini ada persamaannya dengan nativisme. Aliran naturalisme dipelopori oleh filsuf Perancis (JJ. Rousseau 1712-1778). Berbeda dengan dengan Schpenhaouer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan.
Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Karena yang perlu dilakukan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuan – kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan segala yang baik.

1.       D.                PENDIDIKAN DALAM ALIRAN KONVERGENSI
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan ke dunia ini sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk.  Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.  Bakat yang dibawa pada waktu anak dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak dapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil dari konvergensi.  Pada manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya,  anak berbicara dalam bahasa tertentu.  Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya.  Karena itu setiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya.  Misalnya bahasa jawa, sunda, bahasa inggris, bahasa jerman dan lain sebaginya.
Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam lingkungan yang sama ) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama.  Itu disebabkan oleh faktor kualitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biar pun lingkungan kedua anak  tersebut menggunakan  bahasa yang sama.  Willianm Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung pada  pembawan dan lingkungan,  seakan-akan dua garis  yang menuju  kesatu titik pertemuan.
Oleh karena itu  teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik).  Jadi menurut teori konvergensi :
–             Pendidikan mungkin dilaksanakan.
–             Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah  berkembangnya potensi yang kurang baik.
–             Yang membatasi hasil pendidikan  adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergen pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.  Meskipun demikian terdapat variasi mengenai faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh kembang itu.
1.       E.                 TEORI PENDIDIKAN SISTEMATIS
Teori pendidikan adalah suatu teori yang mengemukan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan, misalnya mengenai kurikulum, kegiatan belajar, proses pengajaran, sistem belajar dan lain-lain. Dalam hal ini kurikulum memiliki keterkaitan yang erat dengan teori pendidikan. Ada empat macam teori pendidikan, seperti berikut ini :
1.       1.            Pendidikan Klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada prosesnya.
Isi pendidikan atau bahan pengajaran diambil dari sari ilmu pengetahuan yang telah dietmukan dan dikembangkan oleh para ahli di bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori fisika, biologi, matematika, bahasa, sejarah dan sebagainya.
1.       2.            Pendidikan Pribadi
Teori pendidikan ini berasal dari sebuah asumsi bahwa anak telah memiliki potensi-potensi tertentu semenjak dia dilahirkan. Pendidikan yang didapat oleh anak selanjutnya harus disesuaikan dengan latar belakang dan minat si anak sebagai pelaku utama pendidikan.
Guru hanya bersifat membimbing dan pendorong semangat belajar anak. Ada anak yang tidak suka belajar dalam kelas tapi sekali dia melihat guru sedang menerangkan pasti langsung terserap dalam otaknya. Tanpa perlu penjelasan terlalu dalam dia bisa menyerap semua pelajaran dengan mudah.
1.       3.            Teknologi dalam Pendidikan
Dalam proses pendidikan tentunya ada proses penyampaian informasi dari seorang guru kepada muridnya. Dalam hal ini teknologi berperan untuk meningkatkan kinerja para pendidik dalam menyampaikan informasi itu.
Teori pendidikan dalam teknologi lebih mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis. Jadi dalam teknologi pendidikan budaya lama dalam pendidikan itu sendiri akan berkembang atau berubah menjadi baru.
Teknologi dalam pendidikan bertujuan untuk mengembangkan cara baru dalam proses pembelajaran sehingga anak akan terbatu dengan lebih cepat dalam mencapai tujuan pendidikan. Misalnya melalui, buku atau elektronik seperti newsletter atau email.
1.       4.            Pendidikan interaksional
Teori pendidikan interaksional adalah suatu konsep pendidikan yang memiliki latar belakang pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Dalam pendidikan juga terdapat proses interaksi yang terjadi antara guru, anak didik dan lingkungan tempat pembelajaran itu terjadi. Pendidikan interaksional menjadi sumber utama untuk menghadapkan anak didik pada kurikulum yang bersifat tantangan, hambatan dan gangguan yang dihadapi oleh manusia.

1.       F.                 ILMU-ILMU PENDIDIKAN
Ilmu pendidikan adalah ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik. definisi yang terpenting :
§  Meningkatkan pengetahuan, pengertian, kesadaran, dan toleransi
§  Meningkatkan questioning skills dan kemampuan menganalisakan sesuatu – termasuk pendidikannya
§  Meningkatkan kedewasaan individu
§  Untuk perkembangan Negara, diperlukan pendidikan yang menghargai kreativitas danindividual thinking supaya negara dapat membuat sesuatu yang baru dan lebih baik, dan tidak hanya meng-copy dari negara lain.

v   Pengertian ilmu pendidikan disampaikan oleh para pakar, antara lain :
1.       Prof. Dr. N. Driyarkara; pemikiran ilmiah tentang realitas yang disebut pendidikan (mendidik dan dididik).
2.      Prof. M. J. Langeveld; Paedogogic atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.
3.      Dr. Sutari Imam Barnadib; ilmu pendidikan mempelajari suasana dan proses-proses pendidikan. Menurutnya, perbuatan mendidik dan dididik memuat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan:
–          Adanya tujuan yang hendak di capai
–          Adanya subjek manusia
–          Yang hidup bersama dalam linkungan hidup tertentu
–          Yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
1.       Prof. Brodjonegoro; ilmu pendidikan merupakan teori pendidikan, perenungan, tentang pendidikan.
Pendidikan lebih tua dibandingkan ilmu pendidikan, sebab pendidikan telah ada sebelum ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam arti yang sederhana merupakan suatu usaha untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
v   Dalam ilmu pendidikan, dikenal unsur-unsur pendidikan, antara lain:
–          Usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar;
–          Ada pendidik, pembimbing;atau penolong;
–          Ada yang didik
–          Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan;
–          Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
v   Berikut faktor-faktor pendidikan yang dikenal dalam ilmu pendidikan, yaitu
1.       Faktor tujuan
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
1.       Faktor Pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, meliputi:  orang dewasa, orang tua, guru, pemimpin masyarakat, dan pemimpin agama.
1.       Faktor Anak Didik
Karakteristiknya adalah: belum memiliki pribadi dewasa, masih menyempurnakan aspek kedewasaannya, memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu.
1.       Faktor Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk tercapainya pendidikan tertentu.
1.       Faktor Lingkungan
menurut Sartain (ahli Psikologi Amerika), lingkungan (environment) meliputi kondisi dan alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes. Pada dasarnya mencakup tempat, kebudayaan dan kelompok hidup bersama.