Senin, 21 Desember 2015

Tradisi Ritual Kematian di Banten

BAB I Isi
1.1 Deskripsi Upacara Kematian di Banten
1.1.1  Nama Upacara
Upacara yang diadakan dalam upacara di Banten dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu: (1) Upacara yang berhubungan dengan pengurusan mayat sampai mayat dikuburkan, (2) Upacara yang dilakukan setelah penguburan. Yang terdapat di kabupaten Pandeglang, Serang dan Lebak.
Upacara yang dilakukan sehubungan dengan pengurusan mayat terdiri dari:
1. Upacara ngamandian ‘upacara memandikan mayat’
2. Upacara mungkus mayat ‘upacara mengkafani mayat’
3. Upacar nyolatkeun mayit ‘upacar menyembahyangkan mayat’
4. Upacara ngurebkeun atau nguburkuen ‘upacara menguburkan mayat’
Sedangkan upacara yang dilakukan setelah upacara penguburan, yaitu:
1. Upacara nyusur tanah ‘upacara menyusur tanah’
2. Upacara tiluna ‘upacara tiga harian’
3. Upacara tujuhna ‘upacara tujuh harian’
4. Upacara matangpuluh ‘upacara empat puluh harian’
5. Upacra natus ‘upacara seratus hari’
6. Upacara mendak ‘setelah setahun’
7. Dan newu ‘upacara keseribu hari’
Di wilayah Banten sebelah barat terutama orang-orang yang mampu, setelah upacara-upacara tersebut diatas, kadang-kadang mengadakan upacara kelima belas hari. Upacara yang dilakukan setelah penguburan semuanya disebut upacara tahlilah. Dan upacara tahlilan ini biasanya dilakukan pada waktu malam hari, kecuali upacara nyusur tanah dilaksanakan siang hari
1.1.2  Waktu Upacara
Upacara ngamandian ‘upacara memandikan mayat’ dilakukan pada siang hari, walaupun seseorang itu meninggal pada malam hari. Sedangkan upacara mungkus mayit dilaksanakan setelah mayat tersebut dimandikan dan diwudhukan. Demikian pula upacar penguburan dilaksanakan setelah selesai upacara penguburan.
Upacara yang biasa dilaksanakn pada malam hari ialah upacara tahlilan ‘upacara membaca do’a untuk mendo’akan agar arwah orang yang meninggal diampuni dosa-dosanya dan diterima serta ditempatkan di tempat yang layak di sisi Tuhan’. Upacara tahlilan biasanya dilaksanakn setelah waktu sembahyang maghrib atau isa. Kecuali pada upacara natus dan upacara mendak biasanya dilaksanakan pada siang hari, sedangkan malam harinya diadakan lagi upacara tahlilan.
1.1.3  Tempat Upacara
Upacara ngamandian biasanya dilakukan dengan mengambil tempat di luar rumah, baik di muka rumah maupun di pipinggir rumah. Tempat upacara memandikan, baik di muka atau di pinggir rumah di sekelilingnya harus ditutup dengan kain atau penghalang agar mayat tidak secara langsung kelihatan oleh umum. Sesuai dengan nama upacara ngamandian, mka tempat memandikan harus tertutup, seperti layaknya kamar mandi.
Upacara mungkus dilakukan di dalam rumah, biasanya dilakukan di bagian tengah rumah. Upacara nyolatkeun dilakukan di rumah atau di masjid.
Upacara nyusur tanah dilakukan dirumah, setelah upacara penguburan selesai. Sedangkan upacara tahlilan dilakukan didalam rumah.
1.1.5 Orang yang Terlibat dan Jam Upacara

Dalam upacara kematian yang terlibat secara langsung adalah keluarga, kerabat dan tetangga orang yang meninggal dipimpin oleh penghulu amil 'seorang pamong desa yang bertugas mengurus soal-soal yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan'.

Upacara ngamandian 'upacara memandikan mayat' merupakan kewajiban keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal sehingga walaupun penghulu amil 'pamong desa yang bertugas mengurusi masalah-masalah keagarnaan’ bertindak sebagai pimpinan upaeara orang yang meninggal ikut memandikannya.

Upacara mungkus, 'mengkafani mayat' dilakukan oleh penghulu amiI, sedangkan dalam upacara nyolatkeun 'menyembahyangkan mayat' lebih banyak orang yang terlibal, baik keluarga, kerabat maupun tetangga dianggap lebih sempuma. Upacara menyembahyangkan mayat ini dipimpin oleh penghulu amil yang berlindak sebagai imam.

Sedangkan di dalarn upacara penguburan lebih banyak lagi orang yang terlibat. Kebanyakan para tetangga yang tidak sempat membantu pekerjaan–pekerjaan dan jam penyelenggaraan upacara sebelumnya, pada upacarapenguburan mereka menyempatkan diri untuk mengantar ke kuburan. Upacara penguburan ini pun dipimpin oleh penghulu amil.

Demikian juga upaeara menyusur tanah dilakukan oleh keluarga, kerabat dan para tetangga yang ikut mengantar ke kuburan. Upacara nyusur tanah 'upacara menyusur tanah' masih dipirnpin oleh penghulu amil 'petugas pamong desa yang mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan'.

Upacara tahlilan dilakukan di rumah keluarga orang yang meninggal, dihadiri oleh tetangga·tetangga dekat untuk bersama-sasa membacakan ayat·ayat suci AI·Qur'an. Upacara tahlilan dipirnpin oleh seorang tua yang ahli dalam bidang tersebut atau oleh penghulu amil bila tempat berdekatan dengan rumah keluarga dari orang yang meninggal. Jadi dalam upacara tahlilan ini orang yang terlibat terbatas kepada keluarga dan tetangga·tetangga dekat saja.


1.1.5  Tujuan Upacara
Upacara ngamandian ‘upacara memandikan mayat’ bertujuan agar mayat tersebut bersih dan bebas dari kotoran dan najis. Selain itu, mayat tersebut sebelum dikuburkan harus suci, oleh karena itu setelah dimandikan mayat itu kemudian diwudhuan, tujuannya agar mayat itu sudah sucu sebelum menghadap Tuhan.
Sedangkan upacara mungkus ‘upacara mengkafani mayat’ dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa orang yang meninggal itu telah bersih dan suci sebelum menghadap Tuhan.
Upacara nyolatkeun bertujuan untuk mendoakan arwah yang meninggal agar diampuni Tuhan atas segala dosa-dosanya dan agar diterima serta ditempatkan di tempat yang layak sesuai dengan amal dan perbuatannya selama masih hidup.
Upacara nyusur tanah ‘upacara menyusur tanah’ selain dimksudkan untuk mendo’akan arwah orang yang baru saja dikuburkan juga bertujuan memberi makan minum kepada orang-orang yang telah mengantar ke kuburan sebagai rasa terima kasih keluarga yang ditinggalkan kepada semua orang yang telah mengurus penguburan.
Upacara tahlilan bertujuan mendo’akan agar arwah orang yang meninggal itu diampuni dosa-dosanya. Selain itu upacara tahlilan dimaksudkan juga untuk sekedar mengurangi kesedihan keluarga yang ditinggalkan. Demikian juga upacara natus atau nyeratus, dan mendak ‘upacara setelah setahun meninggal’ dimaksudkan untuk mendo’akan arwah orang yang meninggal tersebut. Upacara mendak merupakan upacara terakhir dalam rangkaian upacara kematian sebelum newu atau nyewu ‘keseribu hari’, sehingga dalam pelaksanaannya biasanya merupakan upacara besar.
1.1.6 Lambang ada Orang yang Mati
Di daerah Banten lambang yang di pergunakan untuk menandakan bahwa ada orang yang meninggal ada beberapa macam. Yang umum dipergunakan adalah bendera putih, yaitu terdiri dari secarik kain putih yang diikatkan pada sebilah bambu dan dipancangkan dekat rumah keluarga orang yang meninggal. Di Serang, Pandeglang dan di daerah Rangkasbitung, selain menggunakn bendera putih juga digunakan kohkol ‘kentong’, bedug dan khusus di kota-kota sering pula digunakan pengeras suara. Bendera putih melambangkan kesucian, artinya bahwa orang yang meninggal itu harus dikenang atau diceritakan tentang kebaikannya saja. Sedangkan bunyi tongtong dan bedug yang berbeda bunyi tongtong dan bedug pada waktu sembahyang dimaksudkan untuk memberitahukan kepada warga kampung bahwa pada saat itu ada orang yang meninggal.
1.1.7 Persiapan Upacara
Persiapan upacara ngamandian, upacara mungkus, upacara nyolatkeun, upacara nguburkeun dan upacar nyusur tanah dilakukan secara serempak atau bersamaan
Bila ada orang meninggal, para tetangga datang melayat. Kaum laki-laki setelah melayat jenazah yang dibaringkan di tengah rumah, sebagian ada yang duduk di situ, sebagian lagi ada yang mengurus keperluan untuk ngamandian. Misalnya menyediakan dan membuat bantalan dari batang pohon pisang, menyediakan air bersih, bangku, air honje, sabun, air sapu merang, ada yang mengerjakan papan atau bambu untuk keperluan di kuburan, ada yang mengambil pasaran 'upacara mayat' dari mesjid, ada yang terus pergi ke kuburan untuk menggali kubur. Sedangkan kaum wanita sambil melayat itu biasanya membawa beras dan uang untuk diserahkan kepada keluarga yang ditinggal mati , dan biasanya mereka terus membantu– bantu bekerja misalnya memasak unluk keperluan upacara nyusur tanah 'upacara menyusur tanah', ada yang merangkai bunga , mengiris daun pandan kemudian dirangkai dengan benang untuk keperluan di kuburan dan hiasan pada usungan mayat. Secara terperinci persiapan-persiapan upacara tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
a. Persiapan Upacara ngamandian 'upacara memandikan mayor '
Pertama kali menyiapkan tempal untuk memandikan mayat, biasanya di halaman rumah, baik di muka maupun di belakang rumah. Tempat yang dipakai untuk memandikan mayat diberi tutup dengan kain atau dinding bambu, disediakan pula sebuah bangku untuk membaringkan mayat. Di atas bangku diletakkan batang pisang untuk alas. Disediakan pula air yang ditempatkan dalam ember atau tempat air lainnya. Lengkap dengan gayung "penyeduh air' , disediakan air sapu, sabun, air honje. Setelah peralatan mandi sudah lengkap, mayat digotong ke tempat tersebut dan upacara memandikan mayat pun dimulai.
b. Persiapan Upacara mungkus 'upacara mengkafani
Alat-alat yang harus disediakan berupa kain berwarna putih, kapas dan gunting. Kain yang harus disediakan untuk mernbungkus mayat orang dewasa kira-kira 10 atau 12 meter, kapas secukupnya. Bagi mayat anak-anak diperlukan kain putih kira-kira 8 meter.
c. Persiapan Upacara penguburan
Perlengkapan untuk upacara penguburan antara lain pasaran 'usungan mayat', bunga rampai , air dalam kendi, untaian daun pandan, tikar, kain batik perempuan , payung, yang dipersiapkan eli rumah. Setelah mayat dikafani, kemuelian dibungkus dengan tikar dan elitempatkan eli dalam pasaran . Kemudian ditutup dengan tutup pasaran dan selanjutnya ditutup dengan kain batik wanita serta dikalungi dengan untaian Qunga dan daun pandan. Sedangkan persiapan lain yang elipersiapkan eli  rumah, ialah memotong papan atau bambu untuk tutup lubang lahat, membuat paesan 'nisan' ada yang dari papan, bambu atau batu . Pada waktu mayat dibawa ke kuburan perlengkapan tersebut bersama-sama dibawa.
Sedangkan persiapan di kuburan ialab mengg3ll kubur. Panjang kubur disesuaikan dengan tinggi pendekoya mayat. Pengukurannya diIakukan dengan menggunakan sebilab bambu yang diukurkan pada tinggi mayat ' sewaktu masih dibaringkan di rumab. Lebar kubur kira·kira setengab meter dan dalamnya lebih kurang 1,50 meter.
d. Persiapan Upacara
Nyusur tanah 'upacara menyusur tanah ' Menyediakan kue·kue baik yang dibuat sendiri maupun yang dibeli dari pasar atau warung, mernasak air untuk minum dan memasak nasi dengan lauk paukoya atau membuat nasi tumpeng. Persiapan tersebut biasanya diIakukan oleh perempuan.
e. Persiapan Upacara lahlilan
Untuk keperluan tablilan yang biasanya diadakan pada Malam harinya, kaum wanita mempersiapkan keperluan misalnya tepung beras atau ketan untuk membuat kue·kue berupa opak, rangginang, papais . Pada upacara tablilan poeanana 'pada hari orang meninggal', tiluna 'upacara setelab tiga hari orang meningga1' dan tujuhna 'upacara tablilan setelab tujuh hari orang meninggal', keluarga yang ditingga1 mati dibantu oleh beberapa orang tetangga, selain menyiapkan kue·kue atau makanan ringan, juga harus menyiapkan nasi dengan lauk paukoya atau menyediakan nasi tumpeng.

Demikian juga pada upacara matangpuluh 'upacara yang diadakan setelab 40 hari orang meninggal dunia', natus 'upacara yang diadakan setelab seratus hari orang meningga1 dunia dan mendak 'upacara yang diadakan setelab satu tabung orang meningga1 dunia' selain rnakanan ringan, juga nasi tumpeng atau nasi dengan lauk paukoya biasanya harus dipersiapkan.

1.1.8 Jalannya Upacara
1. Upacara Ngamandian 'upacara memandikan maya!'

Sambil menunggu persiapan untuk keperluan memandikan, mayat dibaringkan di bagian tengab rumab . Kepala mayat di sebelab timur, kaki mayat membujur ke arab barat , sehiogga muka mayat menghadap arab kiblat.

Mayat ditutup dengan samping kebat 'kain panjang' dari mulai kepala sampai kaki mayat. Tangan mayat terletak di atas perut, dengan posisi tangan kiri sebelah alas dan langan kanan ada di sebelah bawah, alau seperli posisi waktu sedang sembahyang, yailu langan kanan menumpang di atas tangan kiri.

Selelah' persiapan untuk memandikan mayal selesai, selanjulnya mayat digotong oleh beberapa orang laki·laki dibawa ke tempat unluk memandikan . Mayat dibaringkan di alas sebuah bangku yang dialasi dengan dua buah belah balang pohon pisang yang dirangkaikan dengan pasak bambu. Di bagian kepala dan kaki dialasi lagi dengan batang pohon pisang yang dipasang secara melintang, sehingga merupakan bantalan untuk kepala dan kaki mayat. Kewajiban untuk melaksanakan upacara memandikan mayat ini sebenamya merupakan kewajiban keluarga yang ditinggal mati, akantetapi seringkali pimpinan upacara diserahkan kepada penghulu amil , bila yang meninggal dunia itu seorang laki·laki. Bila orang yang meninggal itu seorang perempuan, maka pirnpinan upacara juga harus seorang perempuan. Setelah pimpinan upacara membacakan do'a, kemudian anggota keluarga orang yang meninggal dunia mengucurkan air pertama sebelum mayat itu disabuni secara bergantian. Setelah selesai digosok dengan sabun, kemudian mayat dikucuri lagi dengan air, dan setelah itu mayat digosok lagi dengan air honje . Setelah itu mayat diwerdonan 'dikeluarkan kotorannya dengan mengurutt bagian perutnya ke arah dubur'. Setelah bersih dirnandikan, kemudian mayat diangiran 'dibersihkan rambut dan kepalanya' dengan air sapu pare 'air yang dicampur dengan sapu merang yang terlebih dahulu dibakar' .

Di daerah-daerah kota memandikan mayat itu cukup hanya memakai sabun saja, tetapi di daerah pedesaan walaupun telah memakai sabun, harus juga memakai air honje dan air sapu dengan alasan sudah menjadi kebiasaan.

Setelah mayat selesai dimandikan, kemudian diwudlukan yang dilakukan oleh penghulu amil dengan cara mengucuci muka mayat dengan air dan mengusapnya tiga kali. Kemudian tangannya dari batas siku ke bawah dikucuri dengan air dan diusapnya masing·masing tiga kali dimulai dari tangan kanan, kemudian tangan kiri. Selanjutnya membasahi ubun·ubunnya, tetinga, mata kaki ke bawah dan diusap masing·masing tiga kali, dimulai dari kaki kanan kemudian kaki kiri.

Demikianlah mewudlukan mayat sarna persis caranya dengan orang yang mengambil air wudlu sebelum menunaikan ibadah sembahyang. Selesai mayal itu diwudlukan, kemudian mayat dihanduki untuk mengeringkan air yang masih menempel di badan mayat. Selelah itu mayat ditutup dengan kain kebal ' kain panjang wanita' dan selanjutnya diangkat dibawa ke dalam rumah, dibaringkan di tengah rumah dengan posisi arah kepala ke sebelah timur, kaki sebelah barat.

2. Upacara Mungkus atau Ngaboehan 'upaeara mengkafani mayat'

Upacara mungkus atau ngaboehan 'upacara mengkafani mayat' dilakukan oleh penghulu amil ' pelugas pamong desa yang bertugas mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan' atau oleh seseorang yang biasa melakukan pekerjaan tersebut, bila orang yang meninggal itu seorang laki·laki, sedangkan bila yang meninggal itu seorang perempuan, maka upacara ngaboehan itu dilakukan oleh seorang perempuan.

Sebelum dibungkus dengan boeh (kain kafan' yang berwama putih, mayat lerlebih dulu dikapasi pada bagian muka, bagian pergelangan tangan , bagian punggung kaki dan bagian kemaluan 'aurat'. Mayat perempuan dikapasi pula bagian buah dadanya. Setelah dikapasi, kemudian mayat dibungkus dengan kain kafan yang berwama putih yang panjangnya kira·kira 10 alau 12 meter untuk orang dewasa, 8 meter untuk anak-anak. Pada ujung kepala dan ujung kaki mayat, kain itu diikat dengan tali yang dibuat dari kain yang sarna. Demikian juga tali ini diikatkan pada bagian lutut mayal. Mayat dengan kain kafan tersebut disebut pocong.

Setelah selesai mengkafani, kemudian pasaran yang sudah disiapkan diletakkan di samping mayat, kemudian mayat tersebut dibungkus lagi dengan sehelai tikar dan diletakkan/ dibaringkan di atas pasaran 'usungan maya. Selanjutnya pasaran 'usungan mayat itu ditutup dengan tutup pasar·an. Kemudian tutup pasaran ilu ditutupi dengan kain panjang beberapa helai . Pada bagian kepala tutup pasaran itu ditandai dengan tutup kain yang dilipat supaya orang lidak keliru waktu mengusung mayat ke pekuburan.

Di atas kain penutup pasaran itu digantungi mangle 'untaian bunga" untaian daun pandan, dan diberi minyak wangi . Kesemuanya dimaksudkan agar usungan mayat itu tercium harum.

3. Upacara Nyolatkeun 'menyembahyangkan mayat'

Upacara menyembahyangkan mayat ada yang dilakukan di rumah keluarga orang yang meninggal, ada juga yang dilakukan di mesjid. Kalau upacara menyembahyangkan mayat itu dilakukan di mesjid, mayat yang sudah selesai dimasukkan ke dalam usungan mayat, kemudian digotong oleh empat orang laki·laki dibawa ke dalam mesjid. Di dalam mesjid mayat itu diletakkan di muka orang-orang yang akan menyembahyangkan, membujur arah utara (kepala mayat) dan selatan (kaki mayat). Demikian juga apabila upacara menyembahyangkan mayat itu di dalam rumah. Mayat diletakkan di muka orang-orang yang akan menyembahyangkan dengan posisi mayat membujur arah utara selatan. Kepala di sebelah utara, kaki di sebelah selatan.

Orang-orang yang akan menyembahyangkan mayat mengambil wudlu, kemudian mereka berjajar di belakang penghulu amil yang bertindak sebagai imam. Sembahyang yang dilakukan pada wakttu upacara menyembahyangkan mayat tidak ruku dan sujud, melainkan dengan berdiri sampai sembahyang tersebut selesai. Menurut anggapan masyarakat Banten lebih banyak orang yang ikut menyembahyangkan 'mayat lebih baik, karena lebih banyak do'a untuk orang yang meninggai. Upacara menyembahyangkan mayat sifatnya fardu kifayah artinya wajib bagi orang yang hidup untuk mengurus mayat bersama-sama. Apabila tidak dilakukan orang-orang yang mempunyai kewajiban itu akan mendapat siksa kelak.

Selesai upacara menyembahyangkan mayat, kemudian mayat digotong oleh empat orang laki-Iaki unluk dibawa ke kuburan . Pada waktu mayat digotong ke kuburan, kepala mayat harus terlelak di sebelah depan, kakinya di sebelah belakang. Pada waktu usungan mayat itu mau diberangkatkan ke kuburan , anggota keluarga, yaitu anak-anak dan istri, atau suami orang yang meninggal harus ngolong artinya berjalan di bawah kolong usungan tersebut. Maksud upacara ngolong tampaknya berbeda-beda, kemungkinan hanya mengikuli saja. Di daerah Banten dimaksudkan agar orang-orang yang dtinggal mati tidak terus bersedih, agar paler 'tidak selalu ingat' dan sadar bahwa dia pun kelak akan mengalami seperti itu. Dan apabila istri yang ditinggal mati itu sedang mengandung, dengan upacara ngolong itu agar supaya bayi dalam kandungan tidak menjadi anak yang lanus 'sering sakit'. Pada saat usungan mayat sampai di halaman rumah, kemudian dipayungi dengan payung panjang tepat pada bagjan kepala mayat. Setelah upacara ngolong selesai, maka usungan mayat itu dibawa ke kuburan, dengan didahului oleh orang-orang yang membawa air dalam kendi, bunga rampai yang ditempatkan pada sebuah bokor 'wadah yang terbuat dari kuningan' atau ayakan 'alat rumah tangga yang terbuat dari anyaman bambu kecil–kecil biasa dipakai untuk menyaring santan kelapa, atau tempat sayur-sayuraan’. Orang yang menggotong usungan mayat biasanya berganlian, terutama menjadi kewajiban keluarga atau kerabat dari orang yang meninggai. Di belakang usungan mayat beriringan orang-orang yang mengantar ke kuburan. Di antara mereka terdapat juga orang-orang yang sambil membawa papan atau potongan bambu untuk keperluan di kuburan. Orang yang mengantar ke kuburan di beberapa daerah Banten ada yang sambil berzikir keras-keras ada juga yang tidak melakukan itu.

4. Upacara Ngubur ‘Upacara Menguburkan’

Upacara penguburan disebut juga upacara ngurebkeun biasanya dilakukan oleh penghulu amil yang dibantu dua orang lainnya yang membantu menerima mayat dari atas dan membaringkan mayat di lubang lahat serta membantu memasang tataban 'penutup lubang lahat', Baik orang yang meninggal itu laki·laki maupun perempuan, upacara penguburan dilakukan oleh penghulu amil.

Pada waktu usungan mayat itu sampai di kuburan, maka usungan tersebut diletakkan di samping sebelah barat lubang kubur dengan posisi membujur arah utara ke selatan, Kain penutup pasaran 'usungan mayat' dibuka dan dilipat, payung juga dilipat (ditutupkan), tutup pasaran dibuka, tikar pembungkus mayat dibuka dan mayat tersebut diangkat oleh tiga orang, seorang dibagian kepala, seorang dibagian pinggang dan seorang lagi dibagian kaki. Setelah mayat diangkat, pasaran ditarik digolosorkeun (digeser) sampai tidak menghalangi orang yang mengangkat mayat.

Kemudian mayat disodorkan kepada tiga orang yang berada di dalam lubang kubur, seorang diantaranya ialah penghulu amil yang akan bertindak melaksanakan upacara penguburan, dan dua orang yang lainnya hanya membantu menerima mayat waktu disodorkan dari atas, Tali pembungkus mayat kemudian dibuka dan mayat diletakkan miring di dalam lubang lahat dengan posisi mayat membujur arah utara selatan, kepala di sebelah utara kaki di sebelah selatan, sehingga muka mayat menghadap kesebelah barat (kiblat). Untuk mengganjali mayat di dalam lubang lahat agar tetap dalam keadaan miring, dibuatlah pengganjal dari tanah galian yang dibentuk bulatan-bulatan menyerupai bola kecil yang disebut gegelu ‘pengganjal mayat di dalam kubur’ terbuat dari tanah yang dibentuk bulatan-bulatan kecil sebesar kepal, Gegelu ini banyaknya tujuh (7) buah dipasang pada bagian punduk 'tengkuk' sebuah dibagian walikat 'belikat' dua buah, bobokong 'tulang pinggul' dua buah, cecekolan 'lutut sebelah belakang sebuah dan pada bagian keuneung 'tumit' sebuah.

Setelah tali kafan dibuka dan dikendorkan, penghulu amil kemudian membacakan doa yang dibisikan ke telinga kiri mayat, selesai membaca do'a kemudian penghulu amil mengambil papan kayu atau bambu yang telah tersedia dan mesangnya sebagai penutup lubang lahat. Selesai menutup lubang lahat, kemudian penghulu amil atau seorang diantara pengantar berazan dan selanjutnya penghulu amil naik ke atas digantikan oleh beberapa orang, biasanya yang membantu pada awal penguburan turun kembali ke dalarn kubur. Tikar bekas bungkus mayat dibeberkan, masing·masing ujung dipegang oleh seorang yang berdiri ditepi lubang kubur. Tikar itu merentang arah utara selatan tepat di belakang atau bagian punggung orang-orang yang betada di dalam lubang kubur. Selanjutnya kubur itu ditimbuni tanah bekas galian dan setiap tanah yang masuk ke dalam lubang kubur diinjak-injak oleh mereka yang berada di dalam lubang kubur. Maksud dari tikar direntangkan tidak lain agar tanah yang ditimbunkan dari atas tidak mengotori pakaian orang-orang yang bekerja menginjak-injak tanah galian tersebut. Maksudnya adalah agar timbunan itu neundeut 'pejal atau padat'. Sebelum penuh dengan timbunan tanah kuburan itu pada ujung sebelah utara tepat pada letak kepala mayat dan pada ujung sebelah selatan tepat pada kaki mayat di samping tetengger atau paesan, terbuat dari papan, bambu, atau batu sebagai ciri atau tanda untuk menunjukkan bahwa kuburan itu merupakan kuburan baru. Biasanya pada paesan 'ciri atau tanda' itu dituliskan nama dan waktu wafatnya seseorang yang biasanya ditulis dengan menggunakan huruf Arab. Akan tetapi kebanyakan lelengger atau paesan itu cukup dengan meletakkan batu di kedua ujung kuburan. Selain itu di belakang atau di depan tetengger sebelah utara biasanya ditandai atau ditanami pohon hanjuang. Kebiasaan ini menurut penjelasan beberapa orang penghulu amil merupakan sunah nabi, karena pada suatu waktu Nabi Muhammad saw menancapkan pohon kurmadi atas kuburan setelah selesai upacara penguburan. Jadi pohon hanjuang ditanam di atas kuburan maksudnya sebagai tanda bahwa di situ ada kuburan karena pesan dari batu atau kayu kemungkinan rusak atau hilang, sedangkan pohon hanjuang akan tumbuh bertambah besar.

Setelah kubur ditimbuni, di atasnya ditaburi bunga-bungaan yang disebut rampe ‘bunga rampai’ dan dikucuri air yang sudah disiapkan dari rumah, kemudian penghulu amil membacakan do'a talkin dengan maksud menutup upacara sakral penguburan dan memberikan peringatan kepada orang yang masih hidup agar lebih meningkatkan amal baik dalam mengisi sisa hidup. Karena kelak dalam waktu yang tak dapat dipastikan akan mengalami seperti orang yang baru saja mereka kuburkan. Di samping itu talkin ini dimaksudkan juga untuk mendo'akan arwah orang yang meninggal yang kini telah berada di dalam kubur agar diampuni Tuhan semua dosa yang telah diperbuatnya selam ia hidup.

Selanjutnya setelah selesai pembacaan talkin tersebut, biasanya ada orang yang mewakili keluarga yang ditinggalkan. Dia berbicara dengan maksud menyampaikan rasa terima kasih kepada semua orang yang telah turut membantu melaksanakan upacara dan mengurus penguburan serla memintakan maaf bagi orang yang meninggal, memohon agar orang yang hadir juga memaafkan segala kesalahan yang mungkin diperbuat almarhum, memohon keridlaan untuk mendoakan arwah almarhum, serta keridloan untuk membebaskan almarhum atas utang piutangnya yang mungkin belum sempat dibayar semasa hidupnya. Utang almarhum kini sudah menjadi utang keluarganya apabila tidak bisa dibebaskan. Selain itu dikemukakan pula agar hadirin ikut mendoakan almarhum agar dibebaskan atau diringankan dari siksa kubur dan diterima oleh Tuhan Yang Mahaesa sesuai dengan amal perbuatannya selama masih hidup.

Setelah itu orang-orang pulang dari kuburan menuju ke rumah keluarga orang yang meninggal untuk melaksanakan upacara nyusur tanah ‘upacara menyusur tanah’ . Pada waktu pulang ada orang yang menggotong pasaran 'usungan mayat ' untuk disimpan kembali ke tempatnya di dekat mesjid, ada yang membawa payung yang juga disimpan bersama pasaran 'usungan mayat’ .
Kain bekas penutup usungan mayat dibawa pulang, sedangkan tikar bekas pembungkus dan alas mayat biasanya diberikan kepada penghulu amil atau kepada penggali kubur. Di beberapa desa masih ada yang mempergunakan usungan mayat yang hanya dipakai sekali saja, yang terbuat dari bambu, mendadak dibuat apabila ada orang .yang meninggal. Usungan mayat demikian disebut pasaran dan setelah selesai penguburan, pasaran itu ditinggalkan di kuburan atau dibuang. Usungan mayat seperti tersebut di atas yaitu usungan mayat yang bersifat permanen disebut dongdang atau kurung dedes ‘kurungan musang’.

Usungan mayat yang dibuat secara mendadak apabila ada orang yang meninggal, bekasnya yaitu bambunya menurut kepercayaan orang baik sekali apabila dipergunakan luntuk membuat jeujeur "joran" untuk mengaii, apalagi bila pasaran itu bekas dipergunakan mengusung mayat orang yang mati pada malam Jum'at.

Pada waktu pulang dari kuburan, biasanya dibagikan nasi bungkus atau uang receh kepada anak·anak yang elisebut salawat (arti yang sebenamya dari salawat adalah memuji dan menghormati serta mendoakan kepada Nabi Muhammad saw).
5. Upacar Nyusur Tanah 'upacara menyusur tanah'

Setelah selesai upacara penguburan, di rumah keluarga orang yang meninggal diadakan upacara nyusur tanah ‘upacara menyusur tanah’ . Penghulu amil dan orang-orang yang mengantar ke kuburan yang mau mengikuti upacara tersebut duduk berjejer di ruangan tengah rumah. Sedangkan di tengah-tengah telah tersedia hidangan nasi dengan lauk pauknya atau nasi tumpeng. Setelah tidak ada yang ditunggu lagi, penghulu amil mengucapkan ijab Kabul "kata-kata pembukaan". Kata-kala pembukaan dalam upacara itu, yang mengemukakan atas nama keluarga yang ditinggal, ucapan terima kasih kepada semua hadirin yang telah ikut membantu melaksanakan upacara penguburan , serta nasihat kepada keluarga tersebut agar telap tabah dan dikuatkan imannya menghadapi cobaan tersebut.

Selesai pembukaan, kemudian penghulu amil membakar kemenyan dan dilanjutkan dengan membacakan do'a, maka selesai pulalah upacara itu, kemudian orang yang haelir menyantap makanan yang telah disediakan.

Maksud dari nyusur tanah ‘upacara menyusur tanah’ sebenamya ungkapan rasa terima tkasih keluarga yang ditinggal mati kepada semua orang yang telah turut membantu upacara penguburan, etang·etang buruh cape 'seakan-akan penawar lelah setelah pulang, balik dari kuburan'. Ngukus 'pembakaran kemenyan, sebelum membacakan doa bagi beberapa daerah di wilayah Banten tidak dilakukan, terulama daerah perkotaan. Di daerah-daerah pedesaan kebiasaan ngukus "pembakaran kemenyan" masih sering dilakukan.

Setelah selesai makan, maka selesai pulalah upacara nyusur tanah "upacara menyusur  tanah", dan orang-orang yang hadir kini pulang ke rumahnya masing·masing, atau mereka kembali ke tempat pekerjaan semula.

Menurut kepercayaan orang, makanan yang dihidangkan dalam upacara nyusur tanah "upacara menyusur tanah" itu rasanya kurang enak, hambar "tawar" , karena sarinya telah dimakan oleh arwah orang yang meninggal dan menurut kepercayaan pula bahwa selama tujuh hari arwah tersebut masih berada di lingkungan rumah si mati, masih ikut makan minum. Oleh karena, itu perlu diselenggarakan upacara tahlilan sampai ketujuh harinya.

Karena anggapan yang demikian banyak diantaranya yang menjadi tabu untuk makan makanan pada upacara menyusur tanah dan tahlilan. Walaupun ia ikut hadir pada waktu diadakan upacara, ia tidak mau makan, paling·paling hanya minum saja sebagai penghormatan kepada keluarga yang menghidangkan makanan tersebut.
Walaupun demikian upacara tahlilan seringkali dikatakan upacara poeanana "hari pertama" tiluna "hari ke tiga", tujuhna "hari ke tujuh" bukan berarti hari kedua, keempat dan keenam itu tidak diadakan upacara tahlilan, seperti halnya pada masyarakat Baduy.

6. Upacara Poeanana "Upacara Hari Pertarna Meninggal"

Setelah upacara penguburan dan upacara nyusur tanah "upacara menyusur tanah", pada malam harinya biasanya setelah waktu sembahyang Magrib, para tetangga yang berdekatan rumah dengan keluarga yang baru saja ditinggal mati berkumpul . Tidak usah diundang lebih dahulu pada tetangga itu dengan sukarela datang untuk melaksanakan upacara tahlilan. Upacara ini dipimpin oleh penghulu amil atau oleh seorang yang biasa memimpin upacara demikian diantara para tetangga.

Upacara tahlilan ini merupakan upacara pembacaan doa dan zikir sebagai permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa, agar arwah orang yang baru saja meninggal dunia diampuni segala dosanya, diterima dan ditempatkan di tempat yang layak sesuai dengan amal ibadahnya selama ia masih hldup, serta mendoakan agar keluarga yang ditinggalkan tetap tabah dan tebal iman menghadapi cobaan. Demikian juga orang-orang yang hadir akan senantiasa diberkati rahmal Tuhan, diberikan keselamatan lahir balin.

Pada waktunya upacara dimulai, penghulu amil atau pimpinan upacara mengucapkan ijab kabul "pembukaan dengan mengemukakan maksud upacara" dan mengucapkan terima kasih atas nama keluarga yang ditinggal mati atas keridlaan para hadirin yang dengan suka rela ikut dalam upacara tersebut. Biasanya sebelum ijab kabul ilu diucapkan, pimpinan upacara terlebih dahulu membakar kemenyan.

Selelah selesai ijab kabul, pimpinan upacara kemudian membaca surat Al·Fatihah, dilanjulkan dengan membaca surat-surat yang lain yang selelah sekali diucapkan oleh pimpinan upacara diikuti bersama-sama oleh hadirin. Setiap surat dibacakan bersama sampai 33 kali. Demikian selerusnya hingga semua sural yang perlu diucapkan bersama-sama dan diakhiri oleh surat Al·Fatihah lagi. Pada waktu mengucapkan surat Al·Fatihah terakhir yang dilakukan oleh pimpinan upacara, hadirin yang lain tidak mengikutinya bersama-sama, dan pada akhir surat itu hadirin mengucapkan amin, hingga selesai doa-doa yang lain diucapkan pimpinan upacara.

Setelah selesai pembacaan doa, dihidangkan makanan yang berupa nasi dengan lauk pauknya atau nasi lumpeng. Hadirin kemudian makan bersama dan setelah makan disediakan pula kue-kue atau makanan ringan yang lainnya.

Bagi orang-orang yang marnpu orang-orang yang mengikuti upacara itu pada waktu pulang dibekali juga makanan atau nasi tumpeng unluk dibawa pulang ke rumah masing-masing dan membagikan makanin serupa kepada tetangga-tetangga yang tidak ikut hadir dalam upacara tersebut.

7. Upacara Tujuhna atau Tujuh harian "Upacara hari kelujuh"

Pelaksanaan upacara tujuh harian tidak berbeda dengan pelaksanaan pada upacara kesatu. Seperti halnya pada upacara poeanana "hari kesatu", maka upacara.yang dilaksanakan pada upacara tujuhna "hari ketujuh" ini biasanya disertai dengan menyembelih temak, misalnya ayam.

Pada upacara tujuhna "hari ketujuh" seperti halnya pada upacara poeanana "hari pertama" para tetangga datang berkumpul ke rumah keluarga yang ditinggal mati untuk mengadakan tahlilan yaitu membacakan doa bersam-sama.

Selesai pembacaan doa bersarna, hadirin disuguhi makan dan kadang-kadang mereka dibekali hidangan atau makanan sewaktu mereka pulang. Tetangga yang tidak ikut hadir pun dikirim "diantari idangan atau berkat "hidangan , makanan" . Karena pada upacara tujuhna atau tujuh harian merupakan upacara yangagak besar, biasanya tetangga-tetangga ikut membantu menyumbangkan beras atau uang atau bahan keperluan yang lainnya.

8. Upacara Matang Puluh Keempat puluh hari

Kecuali di daerah Baduy upacara kernatian seseorang hanya dilaksanakan sampai upacara tujuhna "hari ketujuh". Setelah itu tidak ada lagi upacara. Tetapi pada masyarakat Banten di luar Baduy upacara kematian itu masih diperingati pada hari keempat puluh yang disebut upacara matangpuluh "keempat puluh hari".

Pelaksanaan upacara matangpuluh ''keempat puluh hari" itu sama saja dengan pelaksanaan pada upacara tujuhna ”ketujuh hari".

9. Upacara Natus atau Nyeratus “Upacara Keseratus Hari”

Walaupun dalarn pelaksanaannya tidak berbeda dengan upacara-upacarasebelumnya, namun bagi orang yang mampu upacara ini merupakan upacara paling besar dibandingkan dengan upacara-upacara kematian sebelumnya. Biasanya dalarn upacara itu disembelih ternak seperti karnbing, malahan kerbau atau sapi.


1.1.9 Keharusan

Menjadi keharusan bagi orang yang masih hidup untuk mengurus mayat dan menguburkannya. Keharusan itu merupakan fardu kifayah yang berarti kewajiban umum untuk mengurus secara bersarna-sarna karena hukumnya wajib, maka bila tidak dilaksanakan berdosa.

Keharusan ini meliputi keharusan memandikan mayat, mengkainkafani, menyembayangkan dan menguburkan. Ini berarti pula suatu keharusan bagi orang yang meninggal untuk dlmandikan, diwudlukan, dikainkafani, disembahyangkan sebelum dikuburkan dan selanjutnya keharusan untuk dikuburkan.

Sedangkan pembacaan talkin setelah selesai penguburan tidak merupakan suatu keharusan dan hukumnya sunat, artinya bila dilakukan akan mendapat pahala, dilakukan tidak berdosa. Kain kafan harus berwama putih dan sebelum dikafani mayat itu harus dikapasi terutama bagian yang disebut aurat.

Kuburan harus cukup dalamnya, kira·kira 1,5 meter bagi orang dewasa dan 1 meter bagi anak-anak. Keharusan ini menjaga jangan sampai mayat dikoreh "dibongkar" binatang buas. Panjangnya kuburan harus longgar bila mayat dimasukkan. Pemasangan tataban "penutup lubang lahat" merupakan keharusan, walaupun boleh menggunakan papan atau batangan bambu. Kuburan memakai lubang lahat pun merupakan keharusan. Lubang lahat ini boleh dibuat di sisi sebelah baraat kubur atau di tengah·tengah, tergantung dari keadaan tanahnya. Pada tanah yang mudah longsor. Lubang lahat itu dibuat di tengah.

Melakukan azan setelah mayat ditutup dengan tataban "penutup lubang lahat" ada yang mengatakan sebagai suatu keharusan, tetapi ada lagi yang menganggap tidak boleh.

Menanami kuburan dengan pohon·pohon seperti hanjuang, kamboja dan sebagainya merupakan suatu keharusan, karena dapat dipergunakan sebagai tanda, terutama bag; orang yang bermaksud untuk berziarah. Demikian juga kuburan harus ditanami pohon·pohon besar yang rindang bahkan di daerah Baduy kuburan itu merupakan hutan. Suatu keharusan pula ialah bahwa bila ada orang yang meninggal harus secepatnya dikuburkan, mayat tidak boleh disimpan lama-1ama di rumah.

Bagi beberapa daerah di Banten tahlilan itu merupakan suatu keharusan, sedangkan bagi beberapa daerah lainnya tahlilan tersebut bukan merupakan. keharusan, malahan dipandang sebagai kebiasaan yang ketentuan agama Islam, kecuali upacara nyusur tanah "upacara menyusur tanah” merupakan suatu keharusan untuk mengiringi kepergian orang yang mati.

1.1.10 Pantangan
Berziarah ke kuburan tidak merupakan suatu pantangan. Yang merupakan pantangan adalah meminta·minta ke kuburan, artinya memohon sesuatu (seperti misa1nya kekayaan, keselamatan) ke kuburan atau kepada kuburan kuburan yang dianggap keramat.

Pantang sebenamya bagi perempuan ikut mengantar mayat ke kuburan, akan tetapi karena kebiasaan, pantangan tersebut seperti tidak berlaku lagi. Orang yang menganggap pantang bagi perempuan mengantar ke kuburan dengan alasan tidak ada pekerjaan yang dapat dikerjakan perempuan sehubungan dengan upacara penguburan, paling juga menangis yang dapat merepotkan orang lain.


2.1  Kesimpulan


Upacara yang diadakan dalam upacara di Banten dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu: (1) Upacara yang berhubungan dengan pengurusan mayat sampai mayat dikuburkan, (2) Upacara yang dilakukan setelah penguburan.

Upacara yang dilakukan sehubungan dengan pengurusan mayat terdiri dari:
1. Upacara ngamandian ‘upacara memandikan mayat’
2. Upacara mungkus mayat ‘upacara mengkafani mayat’
3. Upacar nyolatkeun mayit ‘upacar menyembahyangkan mayat’
4. Upacara ngurebkeun atau nguburkuen ‘upacara menguburkan mayat’
Sedangkan upacara yang dilakukan setelah upacara penguburan, yaitu:
1. Upacara nyusur tanah ‘upacara menyusur tanah’
2. Upacara tiluna ‘upacara tiga harian’
3. Upacara tujuhna ‘upacara tujuh harian’
4. Upacara matangpuluh ‘upacara empat puluh harian’
5. Upacra natus ‘upacara seratus hari’
6. Upacara mendak ‘setelah setahun’
7. Dan newu ‘upacara keseribu hari’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar