Senin, 21 Desember 2015

Kajian Filsafat Ilmu lanjut

KAJIAN FILSAFAT ILMU
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan)






Kelompok 3
Fajar Riski
Nadiyya Chaerunnisa
Restu Yashinta Kinanti
Kelas 3B





JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2015

A.    Pengertian  Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti, objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengidera) yang membuahkan pengetahuan?
Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Karena, apabila para penyelenggara melakukan menyelidikan terhadap objek-objek serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka orangpun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut. Dengan mengalihkan perhatian dari objek-objek yang sebenarnya dari penyelidikan ilmiah kepada proses penyelidikannya sendiri, maka muncullah suatu matra baru.
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua yaitu filsafat ilmu dalam arti luas dan sempit, filsafat ilmu dalam arti luas yaitu menampung permasalahan yang menyangkut hubungan luar dari kegiatan ilmiah, sedangkan dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan dalam yang terdapat di dalam ilmu. Banyak pendapat yang memiliki makna serta penekanan yang berbeda tentang filsafat ilmu. Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk mengartikan filsafat ilmu dalam empat titik pandang yaitu mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari ilmu, mengasimilasi filsafat ilmu dengan sosiologi, suatu sistem yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasi, dan suatu patokat tingkat kedua yang dapat dirumuskan antara doing science dan thinking tentang bagaimana ilmu harus dilakukan.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah
a.      Robert Akermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pedapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
b.      Leswi White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
c.       Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang intelektual.
d.      May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
e.      The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapat dirangkum menjadi tiga yaitu:
1) Suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu,
2) Upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan, dan
3) Studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukkan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
B.      Tujuan Filsafat Ilmu
Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, kita akan menyadari keterbatasan diri dan tidak terperangkap ke dalam sikap oragansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan kita, sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan bersama.
Fisafat ilmu sebagai cabang khusus yang membicarakan sejarah perkembangan ilmu bertujuan: Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan medote keilmuan. Ketiga, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkkan secara logis dan rasional agar dapat dipahami dan digunakan secara umum.
C.      Peranan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Semakin banyak manusia tahu, semakin banyak pula pertanyaan yang timbul dalam dirinya. Manusia ingin tahu tentang asal dan tujuan hidup, tentang dirinya sendiri, tentang nasibnya, tentang kebebasannya, dan berbagai hal lainnya. Sikap seperi ini pada dasarnya sudah menghasilkan pengetahuan yang sangat luas, yang secara metodis dan sistematis dapat dibagi atas banyak jenis ilmu.
Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia dan memecahkan berbagai persoalan hidup. Berbeda dari binatang, manusia tidak dapat membiarkan insting mengatur perilakunya. Untuk mengatasi masalah-masalah, manusia membutuhkan kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu membantu manusia mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses pencariannya.
Pada abad modern ini, ilmu-ilmu pengetahuan telah merasuki setiap sudut kehidupan manusia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan banyak membantu manusia mengatasi berbagai masalah kehidupan. Prasetya T. W. dalam artikelnya yang berjudul “Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend” mengungkapkan bahwa ada dua alasan mengapa ilmu pengetahuan menjadi begitu unggul. Pertama, karena ilmu pengetahuan mempunyai metode yang benar untuk mencapai hasil-hasilnya. Kedua, karena ada hasil-hasil yang dapat diajukan sebagai bukti keunggulan ilmu pengetahuan. Dua alasan yang diungkapkan Prasetya tersebut, dengan jelas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memainkan peranan yang cukup penting dalam kehidupan umat manusia.
Akan tetapi, ada pula tokoh yang justru anti terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend. Sikap anti ilmu pengetahuannya ini, tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud utamanya. Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak menggunguli bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Menurutnya, ilmu-ilmu pengetahuan menjadi lebih unggul karena propaganda dari para ilmuan dan adanya tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskannya.
Sekalipun ada berbagai kontradiksi tentang keunggulan ilmu pengetahuan, tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah-masalah hidupnya, walaupun kadang-kadang ilmu pengetahuan dapat pula menciptakan masalah-masalah baru.
Meskipun demikian, pada kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah kehidupannya sesungguhnya terbatas. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian pendahuluan, keterbatasan itu terletak pada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan yang hanya membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Karena pembatasan itu, ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang keseluruhan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu pengetahuan membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah filsafat menjadi hal yang penting.
Pertanggungjawaban rasional pada hakikatnya berarti bahwa setiap langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan, serta harus dipertahankan secara argumentatif dengan argumen-argumen yang objektif. Hal ini berarti bahwa kalau ada yang mempertanyakan atau menyangkal klaim kebenaran suatu pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat dijawab dengan argumentasi atau alasan-alasan yang masuk akal dan dapat dimengerti.
Dari berbagai penjelasan di atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
Inilah yang menunjukkan kekhasan filsafat di hadapan berbagai ilmu pengetahuan yang ada. Filsafat selalu terbuka untuk berdialog dan bekerjasama dengan berbagai ilmu pengetahuan dalam rangka pencarian akan kebenaran. Baik ilmu pengetahuan maupun filsafat, bila diarahkan secara tepat dapat sangat membantu kehidupan manusia.
Membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma ilmu pengetahuan nampaknya sangat diperlukan agar ilmu pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai manfaat kepada kehidupan dunia
7.      Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, tiang penyangga itu ada tiga macam yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
a.      Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On berarti being, dan Logos berarti logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, ontologi berasal dari kata ontos yang berarti sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori atau ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasarkan pada alam nyata tetapi berdasarkan pada logika semata.
Noeng Muhadjir mengatakan bahwa ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terkait oleh satu perwujudan tertentu. Sedangkan jujun mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang yang ada. Sidi Gazalba mengatakan bahwa ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ontologi disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang tuhan.
Jadi dapat disimpulakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan kebenaran dan kenyataan baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak.
b.      Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki, mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka mengandalikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin, meskipun beberapa di antara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainya. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain.

c.       Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai“. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian yaitu moral conduct (tindakan moral), esthetic expression (ekspresi keindahan), dan sosio-political life (kehidupan sosial politik). Sedangkan menurut Jujun S. Suriansumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation yaitu nilai yang digunakan sebagai kata benda abstrak, nilai sebagai benda konkret, dan nilai digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, member nilai dan dinilai.
Dari definisi di atas terlihat jelas bahwa aksiologi menjelaskan tentang nilai. Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika“ dipakai dalam dua bentuk arti yaitu suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia, dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal, perbuatan manusia. Maka akan lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal dari sebuah etika adalah norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik dalam suatu kondisi. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
D.      Objek Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya juga memiliki dua macam objek yaitu objek material dan objek formal.
a)        Objek Material Filsafat ilmu
Objek Material filsafat ilmu yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Menurut Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
1)     Ada yang bersifat umum, yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
2)     Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia dan alam.
b)        Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan yang artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatiannya terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
E.      Perbedaan objek material dan objek formal filsafat ilmu
Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.  Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya.  Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.
Obyek material Filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, psisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.



























DAFTAR PUSTAKA

Wiranata, Andri. (2013). Makalah Filsafat Ilmu Tentang Peranan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan. http://andriwiranata76.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2015.
Smile, Anan. (2011). Paradigma Ilmu: Positivisme, Postpositivisme Dan Konstruktivisme. http://warkopmbahlalar.com/866/paradigma-ilmu-positivisme-postpositivisme-dan-konstruktivisme/. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2015.









































PERTANYAAN

1. Objek apakah yang ditelaah ilmu ?
Terbagi menjadi dua, yaitu objek material dan formal. Objek material adalah bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan atau hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun abstrak. Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menalaah objek materialnya.

2. Mengapa filsafat ilmu dikatakan penyelidikan lanjutan ?
Karena apabila penyelenggara melakukan penyelidikan terhadap objek-objek serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka orangpun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.

3. Tujuan hakiki dari filsafat ilmu ?
Dengan mempelajari filsafat ilmu, kita akan menyadari keterbatasan diri dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual.

4. Apa makna etika secara filosofis ?
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti yaitu suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia, dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal, perbuatan manusia.

5. Apa saja bentuk Value and Valuation ?
Ada 3 bentuk Value and Valuation yaitu nilai yang digunakan sebagai kata benda abstrak, nilai sebagai benda konkret, dan nilai yang digunakan sebagai kata kerja dalam ekpresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.

6. Semakin banyak manusia tahu, semakin banyak pula pertanyaan yang timbul dalam dirinya, mengapa ?
Jawab : Dari pertanyaan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir dan memiliki pengetahuan.berfikir danpengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetajuan lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai.
Manusia sebagai makhluk berfikir pastinya selalu ingin banyak tahu akan pengetahuan. Timbulnya pertanyaan didalam dirinya itu disebabkan oleh berfikir. Karena semakin banyak pengetahuan yang dimiliki dan diketahui seseorang semakin rumit pula aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas berfikit semakin kaya akumulasi pengetahuan.

7. Perbedaan manusia dengan binatang dalam ilmu filsafat?
Jawab : Dalam konteks perbandingan dengan bagian-bagian alam lainnya, para akhli telah banyak mengkaji perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya terutama dengan makhluk yang agak dekat dengan manusia yaitu hewan. Secara umum komparasi manusia dengan hewan dapat dilihat dari sudut pandang Naturalis/biologis dan sudut pandang sosiopsikologis. Secara biologis pada dasarnya manusia tidak banyak berbeda dengan hewan, bahkan Ernst Haeckel (1834 – 1919) mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal sungguh-sungguh adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui, demimikian juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa tidaklah terdapat perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya manusia itu adalah suatu mesin.

Kalau manusia itu sama dengan hewan, tapi kenapa manusia bisa bermasyarakat dan berperadaban yang tidak bisa dilakukan oleh hewan ?, pertanyaan ini telah melahirkan berbagai pemaknaan tentang manusia, seperti manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia adalah makhluk yang berbudaya (Antropologis), manusia adalah hewan yang ketawa, sadar diri, dan merasa malu (Psikologis), semua itu kalau dicermati tidak lain karena manusia adalah hewan yang berfikir/bernalar (theanimalthatreason) atau Homo Sapien.

Dengan memahami uraian di atas, nampak bahwa ada sudut pandang yang cenderung merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut pandang tersebut memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai manusia. Blaise Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah berbahaya bila kita menunjukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat binatang dengan tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai manusia. Sebaliknya adalah bahaya untuk menunjukan manusia sebagai makhluk yang besar dengan tidak menunjukan kerendahan, dan lebih berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan sudut kebesaran dan kelemahannya sama sekali (Rasjidi. 1970 : 8). Guna memahami lebih jauh siapa itu manusia, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi
- Plato (427 – 348). Dalam pandangan Plato manusia dilihat secara dualistik yaitu unsur jasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai tiga fungsi (kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides (Keberanian), dan epithymetikon (Keinginan)
- Aristoteles (384 – 322 SM). Manusia  itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal fikirannya. Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (ZoonPoliticon/PoliticalAnimal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada kampung dan negara.
- Ibnu Sina (980 -1037 M). manusia adalah makhluk yang mempunyai kesanggupan : 1) makan, 2) tumbuh, 3) ber-kembang biak, 4) pengamatan hal-hal yang istimewa, 5) pergerakan di bawah kekuasaan, 6) ketahuan (pengetahuan tentang) hal-hal yang umum, dan 7) kehendak bebas. Menurut dia, tumbuhan hanya mempunyai kesanggupan 1, 2, dan 3, serta hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5.
- Ibnu Khaldun (1332 – 1406). Manusia adalah hewan dengan kesanggupan berpikir, kesanggupan ini merupakan sumber dari kesempurnaan dan puncak dari segala kemulyaan dan ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.
- Ibnu Miskawaih. Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kekuatan-kekuatan yaitu : 1) Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan berfikir/akal), 2) Al Quwwatul Godhbiyyah (Marah, 3) Al QuwwatuSyahwiyah (sahwat).
- Harold H. Titus menyatakan : Man isananimalorganism, itistruebut he isableto study himself as organismandtocompareandinterpretlivingformsandtoinquireaboutthemeaningof human existence . Selanjutnya Dia menyebutkan beberapa faktor yang berkaitan ( menjadi karakteristik – pen) dengan manusia sebagai pribadi yaitu :
• Selfconscioueness
• Reflectivethinking, abstractthought, orthepowerofgeneralization
• Ethicaldiscriminationandthepowerofchoice
• Aestheticappreciation
• Worshipandfaith in a higherpower
• Creativityof a new order
William E. Hocking menyatakan : Man canbedefined as theanimalwhothinks in term oftotalities. C.E.M. Joad . Menyatakan : everythingandeverycreature in theworldexceptmanacts as itmust, . oract as itpleased, manaloneactonoccasion as he ought R.F. Beerling . Menyatakan bahwa manusia itu tukang bertanya.
Dari uraian dan berbagai definisi tersebut di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan tentang siapa itu manusia yaitu :
1. Secara fisikal, manusia sejenis hewan juga
2. Manusia punya kemampuan untuk bertanya
3. Manusia punya kemampuan untuk berpengetahuan
4. Manusia punya kemauan bebas
5. Manusia bisa berprilaku sesuai norma (bermoral)
6. Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berbudaya
7. Manusia punya kemampuan berfikir reflektif dalam totalitas dengan kesadara diri
8. Manusia adalah makhluk yang punya kemampuan untuk percaya pada Tuhan
apabila dibagankan dengan mengacu pada pendapat di atas akan nampak sebagai berikut
Tabel  Dimensi-dimensi manusia
MANUSIA
HEWANI/BASARI INSANI/MANUSIAWI
JASAD/FISIK/BIOLOGIS JIWA/AKAL/RUHANI
MAKAN BERFIKIR
MINUM BERPENGETAHUAN
TUMBUH BERMASYARAKAT
BERKEMBANGBIAK BERBUDAYA/BERETIKA/BERTUHAN
Dengan demikian nampaknya terdapat perbedaan sekaligus persamaan antara manusia dengan makhluk lain khususnya hewan, secara fisikal/biologis perbedaan manusia dengan hewan lebih bersifat gradual dan tidak prinsipil, sedangkan dalam aspek kemampuan berfikir, bermasyarakat dan berbudaya, serta bertuhan perbedaannya sangat asasi/prinsipil, ini berarti jika manusia dalam kehidupannya hanya bekutat dalam urusan-urusan fisik biologis seperti makan, minum, beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh berbeda dengan hewan, satu-satunya yang bisa mengangkat manusia lebih tinggi adalah penggunaan akal untuk berfikir dan berpengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah masyarakat beradab dan berbudaya, disamping itu kemampuan tersebut telah mendorong manusia untuk berfikir tentang sesuatu yang melebihi pengalamannya seperti keyakinan pada Tuhan yang merupakan inti dari seluruh ajaran Agama. Oleh karena itu carilah ilmu dan berfikirlah terus agar posisi kita sebagai manusia menjadi semakin jauh dari posisi hewan dalam konstelasi kehidupan di alam ini. Meskipun demikian penggambaran di atas harus dipandang sebagai suatu pendekatan saja dalam memberi makna manusia, sebab manusia itu sendiri merupakan makhluk yang sangat multi dimensi, sehingga gambaran yang seutuhnya akan terus menjadi perhatian dan kajian yang menarik, untuk itu tidak berlebihan apabila Louis Leahy berpendapat bahwa manusia itu sebagai makhluk paradoksal dan sebuah misteri, hal ini menunjukan betapa kompleks nya memaknai manusia dengan seluruh dimensinya.

8. Apa yang dimaksud dengan the theory of being qua being ?
Jawab : thetheoryofbeingquabeing (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Atau bisa disebut juga ontologi sebagai ilmu tetang yang ada. Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M.

Objek menjadi kajian dalam ontologi adalah realita yang ada. Ontologi adalah studi tentang yang ada secara universal, dengan mencari pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya. Jadi ontologi merupakan studi yang terdalam dari setiap hakekat kenyataan, misalnya (1) dapatkah manusia sungguh-sungguh memilih sesuatu, (2) apakah ada Tuhan didunia ini, (3) apakah nyata dalam hakekatmaterialataukah spiritual, (4) apakah jiwa sungguh dapat dibedakan dengan badan, (5) apakah hidup dan mati itu, dan sebagaiya.
9. Diantara ontologi, epistemologi dan aksiologi mana yang paling penting? Alasannya?
Jawab : Kita berangkat dulu dari pengertian ketiganya:
 Menurut Runes “Epistemologi is the branch of philoshophy which investigates the origin, stucture, methods and validity of knowledge.” Karena itulah epistemologi sering dikenal sebagai filsafat pengetahuan. Secara sederhana menurutku Epistemologi itu dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya sebuah pengetahuan.
 Menurut Louis O. Kattsoff dalam bukunya element of philosophy, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta tentang cara dan tujuan.
 Ontologi itu aku lebih suka memakai istilah the theory of being qua being atau ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada. Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu.
Kembali ke pertanyaan awal “mana yang lebih penting ?” kalo aku melihatnya—fungsi filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan— apa yang ditanyakan dan apa yang dihasilkan oleh Epistemologi, ontologi dan Aksiologi itu ?Ontologi bertanya “Apakah sesuatu itu ada ?”, melahirkan suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan metafisika. Seperti: Ilmu Kalam, Teologi dll.
Aksiologi bertanya “apakah kebaikan itu ?” melahirkan suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan ilmu sosial. Seperti: Sosiologi dll
Epistemologi bertanya “Apakah pengetahuan itu ?” melahirkan suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan ilmu alam. Seperti: Biologi dll.
Melihat dari segi tanya dan sesuatu yang dihasilkan dari ketiga diatas itu, saya lebih memilih epistemology, kenapa ? karena epistemology (meskipun semuanya mempunyai kelebihan) berdaya guna dalam mencapai hasilnya, sementara aksiologi dan ontologi tidak dapat digunakan untuk mendirikan dan membangun ilmu pengetahuan. Bahkan, menurutku aksiologi dan ontologi lebih cocok untuk melestarikan kesalahan dan kesesatan yang ada ketimbang mengejar menentukan kebenaran serta kegunaannya untuk kemanusiaan.

10. Perbedaan objek material dan objek formal menurut para ahli?
Jawab : sebelumnya kita lihat dahulu dari pengertian objek material dan objek formal menurut para ahli. Yang nanti akan diketahui perbedaan dari keduanya.
Menurut Hakim dan Beni (2008: 19) Objek material fisafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu (Surajiyo, 2009: 5). Objek ini merupakan hal yang diselidiki (sasaran penyelidikan), dipandang, disorot, atau dipermasalahkan oleh suatu disiplin ilmu. Objek ini mencakup hal-hal yang bersifat konkret (seperti makhluk hidup dan benda mati) maupun abstrak (seperti keyakinan dan nilai-nilai).
Menurut Mustansyir (2003: 44) dalam filsafat ilmu, objek material adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
Objek Formal
Objek formal filsafat adalah pencarian terhadap yang ada dan yang mungkin ada secara kontemplatif pada permasalahan yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan empiris dan observatif yang berada dalam sains (Hakim dan Beni, 2008: 19).
Menurut Surajiyo (2009: 7) objek formal merupakan sudut pandang yang ditujukan pada bahan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu diselidiki. Seperti fisika, kedokteran, agama, sasrta, sejarah, dan sebagainya.
Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu, apa fungsi ilmu pengetahuan, dan bagaimana memperoleh kebenaran ilmiah. Probem-problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis (Mustansyir, 2003: 44).
Dari pengertian para ahli tersebut, dapat disimpilkan perbedaan antara keduanya. Bahwa objek material merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu.

11. Sebutkan contoh  objek material dan objek formal?
Jawab : objek material dalam ilmu matematika yaitu tentang bilangan, sedangkan objek formal yaitu penggunaan dari lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran. Filsafat membahas bilangan sebagai objek studi material artinya filsafat menjadikan bilangan sebagai objek sasaran untuk menyelidiki ilmu tentang bilangan itu sendiri. Objek material filsafat ilmu bilangan adalah bilangan itu sendiri. Bilangan itu sendiri dimulai dari yang paling sederhana, yakni bilangan asli, bilangan cacah, kemudian bilangan bulat, dan seterusnya hingga bilangan kompleks.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar