Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik,
yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan
dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan
isi pendidikan dari pada prosesnya. Isi pendidikan atau bahan pengajaran
diambil dari sari ilmu pengetahuan yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh
para ahli di bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori
fisika, biologi, matematika, bahasa, sejarah dan
sebagainya.
Perbedaan
padangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi
dasar perbedaan pendangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari
yang paling pesimis sampai yang paling optimis. Aliran-aliran itu pada
umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja dan dengan demikian
suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk
mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.
Teori-teori
yang terdapat dalam ilmu pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda,
yaitu:
1.
Aliran Empirisme
2.
Aliran Nativisme
3.
Aliran Naturalisme
4.
Aliran Konvergensi
A.
A. PENDIDIKAN
DALAM PERSPEKTIF EMPIRIS
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi ekternal
dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung
kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang
diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang
berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun
diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis
pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang
mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir kedua bagaikan kertas putih
yang bersih.
Aliran
empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman
yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak
sejak lahir dianggap tidak menentukan. Pada hal kenyataannya dalam kehidupan
sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena bakat, meskipun lingkungan
disekitarnya tidak mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang
berasal dari dalam diri berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha
mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang ada
dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada
pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai mahluk yang pasif dan dapat
dimanipulasi, contohnya melalui modifikasi tingkah laku. Hal ini
tercermin dari pandangan scientific psychology dari BF. Skinner ataupun pandangan behavioralisme
lainnya.
1.
B. PENDIDIKAN
DALAM ALIRAN NATIVISME
Aliran
Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam
diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan
oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir.
Pada hakekatnya aliran nativisme bersumber dari
leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak,
oleh karena itu faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak
lahir dan genetik dari kedua orang tua. Seorang filsuf Jerman Schopenhauer (1788-1860) berpendapat bahwa bayi
itu lahir sudah lengkap dengan pembawaan baik ataupun buruk.
Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan
ditentukan oleh anak itu sendiri. Perkembangan individu ditentukan oleh faktor
bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan
dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat
yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan
belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Artinya
bahwa, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan
sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak
yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan
anak itu sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi
nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan
berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Pembawan tidak dapat dirubah dari
kekuatan luar.
Pandangan
itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara
fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan
Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak
manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri
tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya,
seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang
menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga
hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan
anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan juga mewarisi bakat-bakat yang ada
pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor
yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak. Terdapat suatu
pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni dalam diri individu
terdapat suatu “inti” pribadi (jati diri)- (G. Leibnitz: Monad)yang
mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan
pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai mahluk yang
mempunyai kemauan bebas.
Meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar, namun
pengalaman dalam belajar itu ataupun penerimaan dan persepsi seseorang banyak
ditentukan oleh kemampuan memberi makna kepada apa yang dialaminya itu. Dengan
kata lain, pengalaman belajar ditentukan oleh “internal frame of reference”
yang dimilikinya.
v Faktor Perkembangan Manusia
Dalam Teori Nativisme
1.
1. Faktor
genetik
Adalah
faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul
dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang
penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang
prosentasenya besar.
1.
2. Faktor
Kemampuan Anak
Adalah
faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam
dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang
ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
sesuai dengan bakat dan minatnya.
1.
3. Faktor
Pertumbuhan Anak
Adalah
faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan
dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka
dia kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang
dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut
tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
v Tujuan Teori Nativisme
Didalam
teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat
suatu inti pribadi”. Sedangakan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer
(1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak
lahir atau bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia diharapkan:
1.
Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
2.
Mendorong manusia mewujudkan diri yang
berkompetensi
3.
Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
4.
Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi
dari dalam diri seseorang
5.
Mendorong manusia mengenali bakat minat yang
dimiliki
6.
C. PENDIDIKAN
DALAM ALIRAN NATURALISME
Pandangan ini ada persamaannya dengan nativisme. Aliran
naturalisme dipelopori oleh filsuf Perancis (JJ. Rousseau 1712-1778). Berbeda
dengan dengan Schpenhaouer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru
dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak
karena dipengaruhi oleh lingkungan.
Rousseau
juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat
merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme,
karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.
Jadi
dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Karena yang perlu dilakukan
adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak
menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan.
Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba
dibuat-buat (artificial) sehingga anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak
saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan
perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya,
kemampuan – kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan
harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan
anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali
ke alam untuk mempertahankan segala yang baik.
1.
D. PENDIDIKAN
DALAM ALIRAN KONVERGENSI
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan ke dunia ini sudah
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini
berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun
faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat
yang dibawa pada waktu anak dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan bakat itu.
Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang pada diri anak tidak dapat bakat yang diperlukan
untuk mengembangkan itu.
Sebagai
contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil
dari konvergensi. Pada manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui
situasi lingkungannya, anak berbicara dalam bahasa tertentu.
Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan
bahasanya. Karena itu setiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa
lingkungannya. Misalnya bahasa jawa, sunda, bahasa inggris, bahasa jerman
dan lain sebaginya.
Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam lingkungan
yang sama ) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan
oleh faktor kualitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biar pun
lingkungan kedua anak tersebut menggunakan bahasa yang sama. Willianm Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan
itu tergantung pada pembawan dan lingkungan, seakan-akan dua
garis yang menuju kesatu titik pertemuan.
Oleh karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu
titik). Jadi menurut teori konvergensi :
–
Pendidikan mungkin dilaksanakan.
–
Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak
didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya
potensi yang kurang baik.
–
Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran
konvergen pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam
memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian terdapat variasi
mengenai faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh kembang
itu.
1.
E. TEORI
PENDIDIKAN SISTEMATIS
Teori pendidikan adalah suatu teori yang mengemukan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan, misalnya mengenai kurikulum, kegiatan belajar, proses pengajaran, sistem
belajar dan lain-lain. Dalam hal ini kurikulum memiliki keterkaitan yang erat
dengan teori pendidikan. Ada
empat macam teori pendidikan, seperti berikut ini :
1.
1. Pendidikan
Klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik,
yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan
dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan
isi pendidikan dari pada prosesnya.
Isi pendidikan atau bahan pengajaran diambil dari sari
ilmu pengetahuan yang telah dietmukan dan dikembangkan oleh para ahli di
bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori fisika,
biologi, matematika, bahasa, sejarah dan
sebagainya.
1.
2. Pendidikan
Pribadi
Teori pendidikan ini berasal dari sebuah asumsi bahwa
anak telah memiliki potensi-potensi tertentu semenjak dia dilahirkan.
Pendidikan yang didapat oleh anak selanjutnya harus disesuaikan dengan latar belakang dan minat si anak sebagai pelaku
utama pendidikan.
Guru hanya bersifat membimbing dan pendorong semangat
belajar anak. Ada anak yang tidak suka belajar dalam kelas tapi sekali dia
melihat guru sedang menerangkan pasti langsung terserap dalam otaknya. Tanpa
perlu penjelasan terlalu dalam dia bisa menyerap semua pelajaran dengan
mudah.
1.
3. Teknologi
dalam Pendidikan
Dalam proses pendidikan tentunya ada proses penyampaian informasi dari seorang guru kepada muridnya. Dalam
hal ini teknologi berperan untuk meningkatkan kinerja para pendidik dalam
menyampaikan informasi itu.
Teori pendidikan dalam teknologi lebih mengutamakan
pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis. Jadi
dalam teknologi pendidikan
budaya lama dalam pendidikan itu sendiri akan berkembang atau berubah menjadi
baru.
Teknologi dalam pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
cara baru dalam proses pembelajaran sehingga anak akan terbatu dengan lebih
cepat dalam mencapai tujuan pendidikan. Misalnya melalui, buku atau elektronik
seperti newsletter atau email.
1.
4. Pendidikan
interaksional
Teori pendidikan interaksional adalah suatu konsep pendidikan
yang memiliki latar belakang pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang
senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Dalam pendidikan juga terdapat proses interaksi yang
terjadi antara guru, anak didik dan lingkungan tempat pembelajaran itu terjadi.
Pendidikan interaksional menjadi sumber utama untuk menghadapkan anak didik
pada kurikulum yang bersifat tantangan, hambatan
dan gangguan yang dihadapi oleh manusia.
1.
F. ILMU-ILMU
PENDIDIKAN
Ilmu pendidikan adalah
ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik. definisi yang terpenting :
§ Meningkatkan pengetahuan,
pengertian, kesadaran, dan toleransi
§ Meningkatkan questioning skills dan kemampuan
menganalisakan sesuatu – termasuk pendidikannya
§ Meningkatkan kedewasaan individu
§ Untuk perkembangan Negara, diperlukan pendidikan yang
menghargai kreativitas danindividual thinking supaya negara dapat
membuat sesuatu yang baru dan lebih baik, dan tidak hanya meng-copy dari negara
lain.
v Pengertian ilmu pendidikan
disampaikan oleh para pakar, antara lain :
1.
Prof. Dr. N. Driyarkara; pemikiran ilmiah tentang
realitas yang disebut pendidikan (mendidik dan dididik).
2.
Prof. M. J. Langeveld; Paedogogic atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu yang
bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu,
melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.
3.
Dr. Sutari Imam Barnadib; ilmu pendidikan mempelajari suasana dan proses-proses
pendidikan. Menurutnya, perbuatan mendidik dan dididik memuat faktor-faktor tertentu
yang mempengaruhi dan menentukan:
–
Adanya tujuan yang hendak di capai
–
Adanya subjek manusia
–
Yang hidup bersama dalam linkungan hidup tertentu
–
Yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
Pendidikan lebih tua dibandingkan ilmu pendidikan, sebab
pendidikan telah ada sebelum ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam arti yang
sederhana merupakan suatu usaha untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan
atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia
menjadi dewasa.
v Dalam ilmu pendidikan, dikenal
unsur-unsur pendidikan, antara lain:
– Usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan
(pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar;
–
Ada pendidik, pembimbing;atau penolong;
–
Ada yang didik
–
Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan;
–
Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
v Berikut faktor-faktor
pendidikan yang dikenal dalam ilmu pendidikan, yaitu
1.
Faktor tujuan
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
1.
Faktor Pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungjawaban
untuk mendidik, meliputi: orang dewasa, orang tua, guru, pemimpin
masyarakat, dan pemimpin agama.
1.
Faktor Anak Didik
Karakteristiknya adalah: belum memiliki pribadi dewasa,
masih menyempurnakan aspek kedewasaannya, memiliki sifat-sifat dasar
yang sedang ia kembangkan secara terpadu.
1.
Faktor Alat Pendidikan
Alat
pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk
tercapainya pendidikan tertentu.
1.
Faktor Lingkungan
menurut
Sartain (ahli Psikologi Amerika), lingkungan (environment) meliputi kondisi dan
alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita,
pertumbuhan, perkembangan atau life processes. Pada dasarnya mencakup tempat,
kebudayaan dan kelompok hidup bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar